Rabu, 29 Juni 2016

Risalah Aswaja (fasal 7)

رسالة أهل السنة والجماعة
Terjemah

PASAL TENTANG DOSANYA SESEORANG YANG MENGAJAK PADA JALAN YANG SESAT DAN PERBUATAN YANG BURUK
Allah SWT. berfirman :

ليحملوا اوزارهم كاملة يوم القيامة ومن اوزار الذين يضلّونهم
“(Ucapan dan perbuatan mereka)-lah yang menyebabkan mereka harus memikul dosa-dosa mereka dengan sepenuh-penuhnya pada hari Qiamat, dan juga dosa-dosa orang yang mereka sesatkan yang tidak mengetahui sedikitpun (bahwa mereka disesatkan). Ingatlah, amat buruklah dosa yang mereka pikul itu”. (Al-Nahl : 25)
Imam Abu Dawud dan Tirmidzi meriwayatkan sebuah hadits dari Abu Hurairoh Ra. Ia berkata : Rasulullah saw. Bersabda :

من دعا الى هدى كان له من الأجر مثل أجور من تبعه لاينقص ذلك من أجورهم شيئا , ومن دعا الى ضلالة كان عليه من الإثم مثل أثام من تبعــه لاينقـص ذلك من أثامـهم شيئا
“Barang siapa mengajak menuju hidayah Tuhan maka baginya pahala sebagaimana pahalanya orang-orang yang mengikutinya tanpa sedikitpun berkurang. Namun senaliknya barang siapa mengajak orang lain pada kesesatan jalan Tuhan maka baginya dosa sebagaimana dosanya orang-orang yang mengikutinya tanpa berkurang sedikitpun dari dosa-dosa mereka.”
Dalam sebuah riwayat Imam Muslim menceritakan dari Abdur Rahman bin Hilal dari Jarir bin Abdullah al–Bakhliy Ra. dalam sebuah haditsnya yang cukup panjang ia berkata : Rasulullah saw. Bersabda :

من سنّ فى الإسلام سنة حسنة فله اجرها وأجر من عمل بها بعده من غير ان ينقص من أجورهم شيئا , ومن سن فى الإسلام سنة سيّئة كان عليه وزرها ووزر من عمل بها بعده من غير أن ينقص من اوزارهم شيئا.
“Barang siapa merintis sebuah tuntunan yang baik di dalam Islam, maka baginya mendapatkan pahala kebaikan tersebut dan juga pahalanya orang-orang setelahnya yang mengamalkan tuntutan kebaikan tersebut, tanpa berkurang sedikitpun dari pahala-pahala mereka. Dan barang siapa membuat tuntutan pada jalan keburukan dalam agama Islam, maka dilimpahkanlah dosa baginya, dan iapun harus mennaggung dosa-dosa orang-orang setelahnya yang mengikuti jalan keburukan tersebut tanpa berkurang sedikitpun dari dosa-dosa mereka”.
Imam Mujahid Ra. ketika menafsiri ayat yang dituturkan di muka menyebutkan :

“Mereka (yang berkata dan berbuat keburukan) harus menanggung, dosa-dosa mereka sendiri dan dosa orang-orang yang mengikuti dan mentaati mereka tanpa ada keringanan pembebasan sedikitpun dari orang-orang yang mengikuti mereka”.
Imam Al-Turmudzi meriwayatkan sebuah hadits dari Amr bin ‘Auf Ra. Rasulullah bersabda :

من أحي سنة من سنتى قد أميتت بعدى كان له من الأجر مثل أجرمن عمل بها من غير أن ينقص ذلك من أجورهم شيئا , ومن إبتدع بدعة ضلالة لاترضى الله ورسوله كان عليه مثل أثام من عمل بها لاينقص ذلك من اوزار الناس شيئا.
“Barang siapa menghidupkan tuntunan dari sunnahku yang telah mati, setelah kewafatanku, maka baginya mendapatkan pahala sebagaimana pahalanya orang-orang yang mengamalkan tuntunan kebaikan itu tanpa berkurang sedikitpun dari pahala-pahala mereka, dan barang siapa menciptakan bid’ah atau tuntunan menyesatkan yang tidak di ridloi oleh Allah swt. dan Rasul – Nya, maka dilimpahkan padanya dosa dan dosanya orang-orang yang mengamalkan perbuatan bid’ah itu, tanpa berkurang sedikitpun dari dosa-dosa mereka”.
Sebuah riwayat juga menceritakan dari Imam Thabrani dan shahabat Abi Hurairoh Ra. Ia berkata : Rasulullah saw. Bersabda :

المتمسك بسنتى عند فساد أمّتى له أجر مائة شهيد
"Seseorang berpegang teguh dalam menjalankan sunnahku pada saat carut marutnya ummatku, maka baginya pahala sebagaimana pahalanya 100 orang yang mati syahid.”

Risalah Aswaja (fasal 6)

رسالة أهل السنة والجماعة
Terjemah

PASAL : BEBERAPA HADITS DAN QOULU AL–SHOHABAH YANG MENJELASKAN TENTANG HILANGNYA ILMU DAN TUMBUHNYA KEBODOHAN, SERTA PERINGATAN NABI MUHAMMAD SAW DAN PEMBERITAHUANNYA BAHWA ZAMAN AKHIR ADALAH ERA TERBURUK. DIMANA UMAT BELIAU AKAN MENGIKUTI MODEL – MODEL PEMBAHARUAN, BID’AH DAN HAWA NAFSU. AGAMA HANYA AKAN DIANUTOLEH MANUSIA-MANUSIA TERTENTU SAJA.


Imam Ibnu Hajar al – ‘Asqolani Rahimahu Allohu Ta’ala didalam kitab Fathul al – Baari berkata : Allah akan mencabut/ mewafatkan ulama dan besertaan dengan itu pula Allah melenyapkan ilmu. Pada saat itulah kaum intelektual muda belia saling timpang tindih, tunggang langgang dengan segala kontradiksinya, situasi ini ibarat onta menerjang dan melompati onta-onta yang lain sehigga orang-orang tua yang melahirkan mereka dianggap lemah tak berdaya.

Sebuah riwayat diceritakan oleh Abu Umamah RA : ketika berlangsung haji wada’ Rasulullah Saw berdiri di atas ontanya yang coklat seraya berpidato menyampaikan amanatnya :

ياايهاالناس خذوا من العلم قبل أن يقبض وقبل أن يرفع من الأرض , ألا إن ذهاب العلم ذهاب حملته فسأله أعر ابى فقال : يارسول الله كيف يرفع العلم منا , وبين اظهرنا المصاحـف وقد تعلمنا مافيها وعلمناها أبناءنا ونساءنا وخدمنا ؟ فرفع اليه رأسه وهو مغضب , فقال : وهذه اليهود والنصارى بين أظهرهم المصاحف ولم يتعلق منها بحرف فيما جآءهم به أنبياؤهم
“Wahai segenap manusia segeralah kau gengam ilmu sebelum ia dicabut dan sebelum ia lenyap dari permukaan bumi, Ingatlah bahwa sesungguhnya hilangnya ilmu itu bersamaan dengan kewafatan pembawanya. Seorang Baduwi lantas bertanya kepada Nabi, Ya Rasulullah, bagaimana ilmu itu dilenyapkan dari kita, sementara dihadapan kita terbentang mushaf-mushaf, sungguh kita telah mempelajari apa yang ada didalamnya, dan kami mengajarkannya kepada anak-anak kita, istri-istri kita dan pembantu-pembantu kita ? Rasulillah memfokuskan pandangannya kepada orang ‘Araby itu, beliau tampak marah dan berkata : Kaum Yahudi dan Nasrani ini dihadapannya juga terpampang kitab-kitab mereka tetapi mereka sedikitpun tidak berpegang teguh kepada apa-apa yang telah diajarkan oleh para Nabinya kepada mereka”.
Imam Ibnu Mas’ud RA berkata :

لايز ال الناس مشتملين خيرما أتاهم العلم من اصحاب محمد صلى الله عليه وسلم وأكابرهم , فاذا أتاهم العلم من قِبل أصاغرهم وتفرقت اهواؤهم هلكوا
“Tidaklah akan sirna eksistensi kemanusiaan selama ia masih berselimutkan dengan segala kebaikan (kemurnian) ilmu yang datang kepada mereka dari para sahabat Nabi Muhammad Saw dan para pembesarnya. Tetapi ketika ilmu yang diterima oleh mereka itu bersumber dari orang-orang rendahan diantara mereka dengan segala kepentingan hawa nafsu yang berbeda maka rusaklah manusia seluruhnya”.
Imam Bukhari dalam kitab shohinya meriwayatkan sebuah hadits dari Abi Hurairah RA :

لاتقوم الساعة حتى تأ خذ أمتى بأ خذ القرون قبلها شبرا بشبر وذراعا بذراع, فقيل يا رسول الله كفارس والر وم , فقال ومن الناس إلاهم
“Tidaklah akan terjadi hari Qiamat sehingga umatku sedikit demi sedikit menjauh dalam mengambil tutuntunan hidup sebagaimana yang diambil oleh generasi-generasi sebelumnya, sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta, lantas diucapkan Wahai Rasulillah ! sedemikian itu adalah sebagaimana yang terjadi pada kaum Persia dan Romawi ? Rasulillah menjawab : “Siapalagi manusia itu ? kalau bukan mereka ( kaum Persia dan Romawi) “!
Dari Said al – Khudri RA dari Nabi SAW beliau bersabda :

لتتبعن سنن من كان قبلكم شبرا شبرا وذراعا ذراعا حتى لودخلوا فى حجر ضب تتبعوهم , قلنا يارسول الله اليهود والنصارى ؟ قال فمن ؟
“Sungguh kalian semua pada saatnya nanti akan mengikuti tuntunan-tuntunan orang-orang sebelum kalian, sejengkal demi sejengkal, sehasta-demi sehasta, sehingga kalau saja mereka masuk ke dalam liang biawak, mereka tetap akan mengikutinya.
Kemudian dikatakan : “Wahai Rasulillah, merekakah orang-orang Yahudi dan Nasrani?
Rasul menjawab : “Siapa lagi kalau bukan mereka”
Imam Thabrani meriwayatkan sebuah hadits dari Ibnu Mas’ud RA dari Rasulillah Saw :

إن اول هذه الأمة خيارهم, واخرها شرارهم مختلفين متفرقين , فمن كان يؤمن بالله واليوم الاخر فلتأته ميتته وهو يأتى الى الناس ما يحب أن يؤتى إليه
“Sesungguhnya generasi pertama dari ummatku ini adalah sebaik-baiknya generasi, dan periode akhirnya adalah seburuk-buruknya generasi umatku, mereka semua berselisih dan berpecah belah. Barang siapa mengimani Allah dan hari akhir maka segeralah menjemput kematiannya, sementara itu ia datang menghampiri manusia menyampaikan sesuatu yang ia menyenanginya bila hal itu didatangkan kepadanya”.
Sebuah kisah diriwayatkan dari Hisyam bin Urwah RA suatu ketika ia mendengar ayahnya bercerita :

لم يز ل أمر بنى اسرائيل مستقيما حتى حدث فيهم المولدوا أبناء سبايا الأمم, فاحدثوا فيهم القول بالرأى وأضلوا بنى اسرائيل, قال وكان أبى يقول السنن السنن , فإن السنن قوام الدين
“Tidaklah pernah sirna perkara yang ada ditengah-tengah kaum Bani Israil, dan itu tetap kokoh dipegangi sehingga datang ditengah-tengah mereka anak-anak yang terlahirkan dari para tawanan umat mereka. Generasi baru itu melakukan pembaharuan ditengah-tengah mereka dengan mengemukakan/ menyampaikan pendapat mereka sendiri. Di saat itulah mereka menjerumuskan kaum Bani Israil,
Hisyam berkata : Ayahku lantas mewasiatkan:“tetaplah kalian memegangi tuntunan, teguhkanlah dirimu untuk tetap berpegang teguh pada al- Sunnah, karena tuntunan itu merupakan tiang agama”.
Pada sebuah riwayat yang lain diceritakan dari Ibnu Wahbin dari Ibnu Shihab Al – Zuhri RA ia berkata :

ان اليهود والنصارى إنما انسلخوا من العلم الذى كان بأيديهم حين استقلوا الرأى وأخذوا فيه
“Sesungguhnya orang-orang Yahudi dan Nasrani mulai melepaskan diri dari keilmuan mereka yang selama ini ada pada genggaman mereka ,yakni pada saat mereka semua bebas sebebas-bebasnya untuk melontarkan pendapat-pendapat mereka sendiri dan menjadikannya sebagai pedoman hidupnya”.
وروى البخارى فى صحيحه عن عروة رضى الله عنه قال : حح علينا عبد الله بن عمرو رضي الله عنه سمعـت النبى صلى الله عليه وسلم يقول: إنّ الله لاينزع العلم بعد أن اعطاهموه إنتزاعا , ولكنّ ينتزعه منهم مع قبض العلماء بعلمهم فيبقى ناس جهّال يستفتون , فيفتون برأيهم فيَضلون ويُضلّون
Imam Bukhori di dalam kitab shohihnya meriwayatkan sebuah hadits dari Urwah Ra. Ia berkata: Abdullah bin Umar Ra. menunaikan haji bersama kita, lantas aku mendengar Nabi Muhammad SAW. Bersabda :
“Sesungguhnya Allah swt. tidak akan mencabut ilmu, setelah ilmu itu ia berikan kepada suatu kaum dari dada mereka secara mendadak, tetapi Allah mencabutnya besertaan dengan kewafatan para ulama sebaagi pemegangnya, sehingga yang tersisa tinggallah manusia-manusia bodoh, kaumnya meminta fatwa pada mereka, dan merekapun menyampaikan fatwa atas dasar pendapatnya sendiri, sehingga mereka sendiri tersesat dan menyesatkan kaumnya, kesesatanpun merajalela.”
Hadits ini lantas aku ceritakan kepada Aisyah Ra, istri Rasululah saw. Kemudian ketika Sayyidina Abdullah bin Umar melaksanakan ibadah haji lagi pada tahun berikutnya.
A’iyah menghampiriku : “Wahai putra saudara perempuanku, pergilah dan temuilah Abdullah dan mintalah pengukuhan sebuah hadits yang telah ia sampaikan kepadaku.” Maka sayapun datang dan menanyakannya.
Kemudian Abdullah bin Umar menyampaikan sebuah hadits sebagaimana yang pernah ia tuturkan. Setibanya dari sana, saya datang kepada Aisyah untuk menginformasikan hasil pertemuanku dengan Abdullah bin Umar.
Aisyah Ra. menyatakan pengukuhannya : “Demi Allah, sungguh Abdullah bin Umar menghafal hadits tersebut.”
Di dalam kitab Fathu al – Bahri juga diriwayatkan sebuah hadits dari Masruq dari Ibnu Mas’ud Ra. ia berkata :

لايأتى عليكم زمان الا وهو أشر مما كان قبله , إما أنى لاأعين أميرا خيرا من أمير ولا عاما خيرا من عام , ولكن علماؤكم وفقهاؤكم يذهبون ثم لا تجدون منهم خلفا , ثم يجئ قوم يفتون فى الامور برأيهم فيثلمون الاسلام ويهدمونه .
“Tidak akan datang sebuah zaman kepada kalian semua, kecuali zaman itu lebih buruk dari era sebelumnya, ingatlah sesungguhnya aku tidak akan menentukan seorang pemimpin yang lebih baik dari pemimpin yang lain juga tidak pada sebuah masyarakat yang lebih baik dari masyarakat yang lain. Tetapi ulama-ulama dan ahli fiqih kalian telah wafat meninggalkan kita, hingga tidak didapati lagi pengganti mereka. Kemudian datanglah sekelompok kaum yang menyampaikan fatwa tanpa sadar tentang suatu masalah menurut pendapatnya sendiri, mereka merusak Islam dan merobohkan sendi-sendi agama”.

Risalah Aswaja (fasal ke 5)

PASAL SIKAP EKSTRA HATI-HATI DIDALAM MENGAMBIL AGAMA DAN KEILMUAN, JUGA SIKAP ANTISIPATIF TERHADAP FITNAH YANG DIMUNCULKAN OLEH PARA AHLI BID’AH, ORANG-ORANG MUNAFIQ DAN PARA PEMIMPIN YANG MENJERUMUSKAN.


Wajib bersikap ekstra hati-hati didalam mencari dan menghasilkan keilmuan, maka janganlah anda mencari dan mendapatkannya dari selain ahli ilmu.

روى ابن عساكر وعن الامام مالك رضى الله عنـه: لاتحمل العلم عن اهل البدع ولا تحمله عمن لايعرف بالطلب ,ولاعمن يكذب فى حديث الناس وان كان لايكــذب فى حديث رسول الله صلى الله عليه وسلّم
Diriwayatkan dari Imam Ibnu Asakir dari Imam Malik Ra :

“Janganlah engkau menerima ilmu dari ahli bidah, jangan pula anda mencari dan menerima keilmuan (agama) dari seseorang yang tidak diketahui kepada siapa ia belajar, dan tidaklah pula diperkenankan menerimanya dari seseorang yang melakukan kebohongan publik didalam menceritakan manusia, walaupun ia diyakini tidak akan melakukan kebohongan terhadap hadits Rasulullah SAW”.
وروى ابن سيرين رحمه الله : هذا العلم دين, فانظروا عمّن تأخذون دينكم
Diriwayatkan lagi dari Imam Ibnu Sirrin Ra :

“Ilmu ini adalah agama ;maka selektiflah kalian semua dari siapa kalian mengambil agama.”
وروى الديلمى عن ابى عمررضى الله عنهما مرفوعا : العلم ديـن , والصّلاة ديـن , فانظروا عمن تأخــــذون هذا العلم , وكيف تصلون هذه فإنكم تسألون يوم القيامة , فلا ترووه الا عمن تحققت أهلّيــته بأن يكون من العدول الثقــات المتّقـــين
Diriwayatkan oleh Imam Al - Dailami dari Ibnu Umar ra. dalam sebuah periwayatan yang marfu’ : “Ilmu adalah agama dan shalat adalah agama. Maka bersikap telitilah kalian semua didalam mengambil/menerima ilmu itu. Bagaimana anda melakukan shalat seperti ini? Sesungguhnya kalian semua akan ditanya nanti dihari kiamat, maka janganlah anda meriwayatkan keilmuan itu kecuali dari seseorang yang benar-benar anda meyakini keahliannya yakni ia yang memiliki sifat-sifat keadilan, dapat dipercaya dan muttaqien”.
وروى مسلم فى صحيــحه أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : سيكون فى اخر أمتى أناس يحـدثوكم ما لم تسمعوا انتم ولاابآئكم فاياكم واياهم
Imam muslim meriwayatkan didalam kitab shahih-nya bahwa Rasulullah SAW bersabda :“Akan ditemukan dizaman akhir dari umatku sekelompok manusia yang senantiasa menceritakan kepada kalian segala sesuatu yang mereka tidak pernah mendengarkannya, kamu dan juga orang-orang tua kalian, maka jagalah diri kalian semua, dan waspadailah mereka”.
وفى صحيح مسلم أيضا أن أبا هر يرة رضى الله عنه يقول : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم يكون فى أخر الزمان دجالون كذبون يأتونكم من الاحاديث بما لم تسـمعوا انتم ولااباؤكم فإياكم واياهم لايضلونكم ولايفتنـونكم
Di dalam kitab Shahih Muslim juga disebutkan, sesungguhnya Abu Hurairah RA berkata : Rasulillah Saw bersabda : “Akan didapati diakhir zaman nanti Dajjal-dajjal yang menebar kebohongan-kebohongan, mereka datang membawa berita-berita yang, kalian dan orang tua kalian semua tidak pernahmendengarkannya, jagalah diri kalian dan waspadailah mereka, jangan sampai mereka menjerumuskan kalian semua, dan jangan pula kalian ter fitnah”.
وفى صحيح مسلم أيضا عن عمر بن العاص رضى الله عنه قال: إن فى البحرسياطين مسجونة اوثقها سليمان ابن داود , يوشك ان تخرج فتقراء على الناس قرأنا
Juga di dalam kitab Shahih Muslim diriwayatkan sebuah hadits dari Umar bin al – ‘Ash Ra. beliau berkata :

“Sungguh di dalam lautan terdapat syetan-syetan yang terpenjarakan dan yang membelenggunya adalah Nabi Sulaiman bin Dawud, hampir saja mereka dapat keluar, dan mereka hendak membacakan Al-Qur’an kepada seluruh manusia”.
Imam Al – Nawawi mengomentari hadits ini dengan pernyataannya; bahwa makna (syetan-syetan) yang dikehendaki oleh hadist diatas adalah mereka yang membacakan sesuatu yang sebenarnya bukanlah Al-Qur’an, tetapi ia mengatakannya bahwa ini adalah Al-Qur’an, mereka mengecohkan manusia pada umumnya agar mereka menganggap aneh terhadap Al-Qur’an”.

وروى الطبرانى عن ابن الدرداء رضى الله عنه : إن أخوف ما اخاف على أمتى الأئمة المضلون . وروى الامام أحمد عن عمر رضى الله عنه : ان اخوف ما اخاف على أمتى كل منافق عليم اللسان
Diriwayatkan oleh Imam Thabrani dari Abi Darda’i RA,

“Sesungguhnya yang paling menghawatirkan atas umatku adalah prilaku para pemimpin yang sesat”, Imam Ahmad dalam riwayatnya dari sahabat Umar Ra. Menyatakan : “Sesungguhnya kekhawatiran terbesarku atas umat–ku adalah orang munafik yang kepandaiannya hanya di lisan saja”.
Imam Al – Munawwir Ra. menginterpretasikan/ menafsiri hadits ini dengan pernyataannya :

“Banyak sekali orang yang pandai beretorika tetapi bodoh hati dan perbuatannya, ia mencari ilmu dengan orientasi mencari kerja dari sanalah ia akan mencari makan, dan mengorbankan kesombongan demi meraih kemulyaan. Ia mengajak manusia semesta alam menuju Tuhannya, tetapi ia sendiri lari dari pada-Nya”.
وعن زياد بن حدير رحمه الله تعالى قال : قال لى عمر ابن الخطاب رضى لله عنه : هل تعرف مايهدم الإسلام ؟ قلت لا , قال يهدمه زلة العالم , وجدال المنافق باالكـتاب , وحكـم الأئمة المضـلين
Dari Ziyad bin Jabir RA ia berkata ; telah berkata kepadaku Sayyidina Umar bin Khattab RA : “Tahukah kamu apakah yang dapat merobohkan Islam ?” Aku berkata tidak Ya Amirul Mukminin; Berkatalah beliau : “Yang akan merobohkan Islam adalah tergelincirnya orang awam (sebab mereka tidak bersikap hati-hati), orang munafiq yang menperdebatkan Al – Kitab, dan supermasi hukum yang dikendalikan oleh para pemimpin yang menyimpang”

Account media sosial kami

Social Media: - Website: majelisarridwan.org - Youtube Channel: youtube.com/majelisarridwan - Twitter , Instagram and telegram: @majelisarridwan - Facebook: facebook.com/majelisarridwan
- Facebook.com/majelis.pakis
- fanspage @ARRIDWANPAKIS Atau facebok.com/arridwanpakis
Twitter.com/arridwanpakis

Berbuat baik

sesungguhnya Beliau bersabda (Ada dua perkara, tidak ada sesuatu yang lebih utama dari dua perkara tersebut, yaitu iman kepada Allah dan berbuat kebajikan kepada sesama muslim). Baik degan ucapan atau kekuasaannya atau dengan hartanya atau dengan badannya.
RasuuluLlah SAWW bersabda, (barang siapa yang pada waktu pagi hari tidak mempunyai niat untuk menganiaya terhadap seseorang maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. Dan barang siapa pada waktu pagi hari memiliki niat memberikan pertolongan kepada orang yang dianiaya atau memenuhi hajat orang islam, maka baginya mendapat pahala seperti pahala hajji yang mabrur).
Dan Nabi SAW bersabda (Hamba yang paling dicintai Allah Ta’ala adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain. Dan amal yang paling utama adalah membahagiakan hati orang mukmin dengan menghilangkan laparnya, atau menghilangkan kesusahannya, atau membeyarkan hutangnya. Dan ada dua perkara, tidak ada sesuatu yang lebih buruk dari dua tersebut yaitu syirik kepaad Allah dan mendatangkan bahaya kepada kaum muslimin).
Baik membahayakan atas badannya, atau hartanya. Karena sesungguhnya semua perintah Allah kembali kepada dua masalah tersebut. Mengagungkan Allah dan berbuat baik kepada makhluknya, sebagaimana firman Allah Ta’ala Dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Dan firman Allah Ta’ala Hendaklah kamu bersyukur kepadaKu dan kepada kedua orang tuamu.

Selasa, 28 Juni 2016

Terjemahan kitb risalah aswaja (fasal ke 4)

an, mereka seringkali segera menjawab pertanyaan tersebut to the point tanpa memberi isyaroh untuk menuturkan dalil, di satu sisi ketika seorang ulama melarang untuk melakukan sesuatu kepada orang yang awam, merekapun (awam) langsung menerimanya tanpa mengingkarinya. Kondisi yang sedemikianlah yang lantas disepakati adanya kewajiban bagi orang awam untuk mengikuti pendapat seorang mujtahid, disadari pula bahwa sama sekali orang awam itu tidak memiliki kemampuan dan otoritas untuk memahami Al – Kitab dan Al – Sunnah dan tentunya pemahamannya tidaklah dapat diterima jika tidak cocok dengan pemahaman ulama ahli Al – Haq yang agung dan terpilih. Sesungguhnya orang yang ahli bid’ah dan berperilaku menyimpang, mereka memahami hukum-hukum secara bathil dari Al – Kitab dan Al – Sunnah, pada kenyataannya apapun yang diambil oleh ahli bid’ah tidaklah dapat dipegangi sebagai kebenaran.

Bagi orang awam tidak diwajibkan untuk tetap eksis / konsisten mengikuti satu madzhab saja dalam menyikapi setiap masalah baru yang muncul. Walaupun ia telah menetapkan untuk mengikuti satu madzhab tertentu seperti madzhabnya Imam Al - Syafi’i ra., tidaklah selamanya ia harus mengikuti madzhab ini, bahkan diperkenankan baginya untuk pindah pada madzhab yang lain selain Al - Syafi’i. Seorang awam yang tidak memiliki kemampuan untuk melakukan pengkajian masalah dan istidlal (melakukan pelacakan / pencarian sumber dalil) atau ia juga tidak memiliki kemampuan membaca sebuah kitabpun yang ada sebagai reverensi dalam sebuah madzhab, lantas ia mengatakan bahwa saya adalah bermadzhab Al-Syafi’i, maka pernyataan yang sedemikian itu tidaklah absah sebagai pengakuan bilamana hanya sekedar ucapan belaka.

Tetapi menurut sebuah pendapat yang lain menyatakan bahwa ; ketika seorang awam itu konsisten mengikuti satu madzhab tertentu maka wajiblah baginya untuk menetapkan madzhab pilihanya. Karena jelas seorang ‘Awam itu meyakini bahwa madzhab yang ia pilih adalah madzhab yang benar. Maka konsekwensi yang harus ia terima adalah wajib menjalankan apa yang menjadi ketentuan madzhab yang ia yakini.

Bagi seseorang yang taqlid (مقلّد) boleh mengikuti selain imamnya dalam sebuah masalah yang timbul padanya. Misalnya saja ia taqlid pada satu imam dalam melaksanakan shalat dhuhur, dan ia taqlid dan mengikuti imam lain dalam melaksanakan shalat ashar.

Jadi taqlid setelah selesainya melakukan sebuah amal/ ibadah adalah boleh. Untuk memahami hal ini dapatlah digambarkan sebuah masalah

:
“Bila seorang yang bermadzhab syafii melakukan shalat dan ia menyangka (ظن)atas keabsahan shalatnya menurut pandangan madzhabnya, ternyata kemudian menjadi jelas bahwa shalatnya adalah batal menurut madzhab yang dianutnya, dan sah bila menurut pendapat yang lain maka baginya boleh langsung taqlid pada madzhab lain yang mengesahkan shalatnya. Dengan demikian cukup terpenuhilah kewajiban shalatnya.

Sholat malam dan tata caranya

(وعليك) بصلاة الليل
فقد قال عليه السلام: "أفضل الصدقة بعد المكتوبة صلاة الليل" وقد قال عليه الصلاة والسلام: "فضل صلاة الليل على صلاة النهار كفضل صدقة السر على العلانية". وقد ورد أن صدقة السر تضاعف على صدقة العلانية بسبعين ضعفاً، وقال عليه الصلاة والسلام: "عليكم بقيام الليل فإنه دأب الصالحين قبلكم، ومقربة لكم إلى ربكم، ومكفرة للسيئات ومنهاة عن الإثم ومطردة للداء عن الجسد.

Salat Malam
Hendaklah engkau selalu salat sunnah di malam hari, karena sabda Rasulullah Saw. :
أَفْضَلُ الصَّلَاةِ بَعْدَ الْمَكْتُوْبَةِ صَلَا ةُ اللَّيْلِ.
“Salat yang paling utama sesudah salat fardu adalah salat (sunnah) di malam hari.”

Beliau juga bersabda :
فَضْلُ صَلَاةِ اللَّيْلِ عَلَى صَلَاةٍ النَّهَارِكَفَضْلِ صَدَقَةِ السِّرِّعَلَى الْعَلَانِيَّةِ.
“Keutamaan salat malam hari di atas salat di siang hari, sama seperti keutamaan sedekah secara rahasia di atas sedekah secara terang-terangan.” (HR. Thabrani dan Abu Nu`aim dari Ibnu Mas`ud)

Diriwayatkan pula bahwa sedekah secara rahasia melebihi keutamaan sedekah secara terang-terangan, sebanyak tujuh puluh kali lipat.

Sabda Rasulullah Saw. :
عَلَيْكُمْ بِقِيَامِ اللَّيْلِ فَإِنَّهُ دَأْبُ الصَّالِحِيْنَ قَبْلَكُمْ, وَمُقَرِّبَةٌ لَكُمْ إِلَى رَبِّكُمْ, وَمُكَفِّرَةٌ لِلسَّيِّئَاتِ, وَمَنْهَاةٌ عَنِ الْإِثْمِ وَمُطَرِّدَةٌ لِلدَّاعَنِ الْجَسَدِ.
“Hendaklah kamu selalu mendirikan salat malam. Karena sesungguhnya salat malam itu kebiasaan orang-orang saleh sebelummu, ia mendekatkan dirimu kepada tuhanmu, menghapus dosa-dosamu, mencegahmu dari perbuatan dosa serta menolak penyakit di dalam tubuh.” (HR. Ahmad, Turmudzi, Hakim dan Baihaqi)

(واعلم) أن من صلى بعد العشاء فقد قام من الليل وقد كان بعض السلف يصلي ورده من أول الليل ولكن في القيام بعد النوم إرغام للشيطان ومجاهدة للنفس وسر عجيب، وهو التهجد الذي أمر به الله ورسوله في قوله (ومن الليل فتهجد به نافلة لك) وفي المأثور: إن الله يعجب من العبد إذا قام من على فراشه وبين أهله إلى صلاته ويباهي به ملائكته ويقبل عليه بوجهه الكريم.

Ketahuilah, bahwa orang yang mengerjakan salat sesudah salat isya berarti sudah mengerajkan “salat lail”. Sebagian ulama salaf mengerjakan salat di awal malam sebagai wiridnya, tetapi bangun sesudah tidur di malam hari itu berguna untuk membikin marah setan dan melatih jiwa. Di samping itu ada pula rahasia yang menakjubkan yaitu salat Tahajjud, yang dieprintahkan

Allah kepada Rasul-Nya di dalam firman-Nya :
وَمِنَ اللَّيْلِ فَتَهَجَّدْ بِهِ نَافِلَةً لَّكَ عَسَىٰ أَن يَبْعَثَكَ رَ‌بُّكَ مَقَامًا مَّحْمُودًا ﴿٧٩﴾
“Dan pada sebahagian malam hari bersembahyang tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; mudah-mudahan Tuhan-mu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji.” (QS. Al-Isra : 79)

Dan dari Atsar sahabat :
إِنَّ اللَّهَ يُعْجِبُهُ مِنَ الْعَبْدِ إِذَاقَامَ عَنْ فِرَاشِهِ وَبَيْنَ أَهْلِهِ إِلَى صَلَا تِهِ وَيُبَاهِىْ بِهِ مَلَا ئِكَتَهُ وَيُقْبِلُ عَلَيْهِ بِوَجْهِهِ الْكَرِيْمِ.
“Allah dikagumkan oleh perbuatan hamba-Nya yang bangkit dari temapt tidurnya dan dari sisi isterinya untuk mengerjakan salat (tahajjud). Dia lalu membangga-banggakan sang hamba di hadapan para amlaikat-Nya, serta menghadapkan wajah-Nya yang mulia kepada si hamba.”


(واعلم) أنه يَقْبُح بطالب الآخرة أن لا يكون له قيام بالليل. كيف والمريد لا يزال طالباً للمزيد متعرضاً للنفحات على دوام الأوقات.
وقد قال، صلى الله عليه وسلم: "إن في الليل لساعة لا يوافقها عبد مسلم يسأل الله خيراً من أمر الدنيا والآخرة إلا أعطاه إياه وذلك كل ليلة" أخرجه مسلم.

Ketahuilah bahwa, sungguh sangat buruk sekali apabila ada orang yang menuntut ilmu jalan akhirat namun ia tidak bangun malam (untuk salat). Bukankah seorang penuntut jalan akhirat itu selalu menginginkan tambahan dan bersiap-siap menerima nagahat sepanjang waktu.

Sabda Rasulullah Saw. :
إِنَّ فِى اللَّيْلِ لَسَاعَةً لَا يُوَافِقُهَاعَبْدٌ مُسْلِمٌ يَسْأَلُ اللَّهَ خَيْرًامِنْ أَمْرِالدُّنْيَاوَالْآخِرَةِ إِلَّا أَعْطَاهُ إِيَّاهُ وَذَلِكَ كُلُّ لَيْلَةٍ.
“Sesunggunnya di malam hari terdapat waktu yang (mustajabah) dan bila seorang muslim memohon kebaikan dalam urusan dunia dan akhirat, Allah pasti memberinya. Dan waktu itu ada pada setiap malam.” (HR. Muslim dan Jabir)

وفي بعض كتب الله المنزلة: كذب من ادعى محبتي فإذا جنه الليل نام عني أليس كل محب يحب الخلوة بحبيبه.

Telah dijelaskan di berabagai kitab suci yang diturunkan sebelumnya, bahwa Allah berfirman :
“Berdustalah , orang yang mengaku cinta kepada-Ku tetapi setiap malam ia selalu tidur, dan melupakan-Ku. Dan bukankah orang yang mencintai sesuatu senang berdampingan dengan yang dicintainya.”

وقال الشيخ إسماعيل بن إبراهيم الجبرتي رحمه الله جمع الخير كله في الليل وما عقدت لولي ولاية إلا بالليل.

Syekh Ismail Ibnu Ibrahin Al-Jabarti berkata :
“Semua kebaikan dikumpukan di malam hari. Dan tak akan diperoleh kewalian seseorang kecuali di waktu malam.”

وقال سيدي العيدروس عبد الله بن أبي بكر من أراد الصفاء الرباني فعليه بالانكسار في جوف الليل.

Sayyid Abdullah bin Abu Bakar Alaydrus berkata :
“Barangsiapa menginginkan kemurnian makrifat, hendaklah ia bersudah payah (untuk ibadah) di tengah malam.”

وقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: "ينزل الله كل ليلة إلى السماء الدنيا حين يبقى ثلث الليل الأخير فيقول: هل من داع فأستجيبَ له، هل من مستغفر فأغفر له، هل من سائل فأعطيه، هل من تائب فأتوب عليه حتى يطلع الفجر". ولو لم يرد في الحث على قيام الليل غير هذا الحديث لكفى.والكتاب والسنة طافحان بالترغيب فيه والحث عليه،

Sabda Rasulullah Saw. :
يَنْزِلُ اللَّهُ كُلَّ لَيْلَةٍ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَاحِيْنَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الْأَخِيْرِفَيَقُوْلُ هَلْ مِنْ دَاعٍ فَأَسْتَجِيْبَ لَهُ, هَلْ مِنْ مُسْتَغْفِرٍ فَاَغْفِرَلَهُ, هَلْ مِنْ سَائِلٍ فَأُعْطِيَهُ, هَلْ مِنْ تَائِبٍ فَأَتُوْبَ عَلَيْهِ حَتَّى يَطْلَعَ الْفَجْرُ.
“(Rahmat) Allah turun ke Bumi, pada sepertiga malam terakhir.”Lalu Ia berseru, “Barangsiapa yang berdoa, akan Kukabulkan Barangsiapa memohon ampun, akan Kuampuni. Barangsiapa meminta, akan Kuberi. Dan barangsiapa bertobat, akan Aku terima tobatnya. Rahmat turun mulai sepertiga malam hingga terbit fajar.”

Andaikan tidak ada hadits lain yang menganjurkan bangun malam selain hadits ini, maka ia telah memadai. Padahal di dalam Al-Qur`an dan As-Sunnah banyak dijumpai anjuran supaya bangun malam itu.

وللعارفين بالله في القيام بالليل منازلات شريفة، وأذواق لطيفة يجدونها في قلوبهم من نعيم القرب من الله، ولذة الأنس به وطيب المناجاة والمحادثة مع الله، حتى قال بعضهم: إن كان أهل الجنة في مثل ما نحن فيه إنهم لفي عيش طيب، وقال آخر: أهل الليل في ليلهم ألذ من أهل اللهو في لهوهم، وقال آخر منذ أربعين سنة ما غمني شيء إلا طلوع الفجر، وهذا النعيم لا يكون إلا بعد تجرع المرارات، وتحمل المشقات في القيام، كما قال عتبة الغلام: كابدت قيام الليل عشرين سنة وتنعمت به عشرين سنة أخرى.

Dengan mengerjakan salat malam para ahli makrifat mendapatkan derajat yang mulia, merasakan nikmatnya dekat dengan Allah, cintanya kepada Allah, lezatnya bermunajat dan berdialog dengan-Nya sehingga sebagian orang arif berkata :
“Apabila penghuni sesama itu berada dalam kedaan seperti yang kami rasakan saat ini, maka meraka benar-benar berada dalam keidupan yang baik.:

Orang yang arif lainnya berkata :
“Ahlul Lail(orang yang bangun malam untuk ibadah) mirip ahlul lahwi (orang yang menghabiskan waktunya untuk bersenang-senang) di waktu malam mereka.” (Maksudnya, sama-sama meraksan kenikmatan, pen)

Orang arif lainnya ada yang berakata :
“Selama empat puluh tahun tidak ada yang menyedihkanku, kecuali fajar.”
Kenikmatan salat mala mini tidak dapat dirasakan, melainkan setelah mencicipi kepayahan dan penderitaan di dalam bangun malam tersebut. Sebagaimana perkataan Atbah Al-Ghulam :
“Aku telah bersusah salat malam selama dua puluh tahun, sesudah itu baru rasakan kenikmatannya selama dua puluh tahun.”

(فإن قلت) ماذا أقرأ في صلاتي بالليل وكم ركعات ينبغي أن أصلي فاعلم أن سول الله صلى الله عليه وسلم لم يواظب في تهجده على قراءة شيء مخصوص، ومن الحسن أن تتبع القرآن فتقرأه شيئاً فشيئاً في قيامك حتى تختم في شهر أو أقل أو أكثر حسب نشاطك.

Jika Anda bertanya : “Surat apakah yang kubaca dan berapa jumlah rakaat yang aku kerjakan untuk salat tahajud?”
Jawabnya : Ketahuilah, bahwa Rasulullah Saw. tidak memberi aturan khusus mengenai surat yang dibaca ketika salat tahjud. Hanya saja lebih utama membaca Al-Qur`an dengan tertib, sedikit demi sedikit sehingga engkau dapat mengkhatamkannya dalam satu bulan, kurang atau lebih tergantung pada kemampuanmu masing-masing.

وأما عدد الركعات فأكثر ما روي من قيام رسول الله صلى الله عليه وسلم ثلاث عشرة ركعة وورد الاقتصار على تسع وسبع وأكثر ما ورد عنه صلى الله عليه وسلم المواظبة عليه إحدى عشرة ركعة.

Ada beberapa riwayat yang menjelaskan jumlah rakaat, yaitu 7,9 dan 13 rakaat. Tetapi Rasulullah sendiri paling sering mengerjakan 11 rakaat, jumlah rakaat inilah yang lebih patut engkau kerjakan.

ويتلخص من مجموع الأحاديث أنه ينبغي لك ويستحب إذا قمت من النوم أن تمسح النوم عن وجهك بيدك وتقول: الحمد لله الذي أحيانا بعد ما أماتنا وإليه النشور، وتقرأ (إن في خلق السماوات والأرض واختلاف الليل والنهار لآيات لأولي الألباب) إلى آخر السورة، ثم تستاك وتتوضأ وضوءاً كاملاً، ثم تصلي ركعتين خفيفتين ثم تصلي بعدهما ثمان ركعات تطولهن تسلم من كل ركعتين إن شئت أو من كل أربع أو تجمعهن بتسليمة واحدة فكل ذلك قد ورد،

Disunnahkan apabila engkau bangun tidur mengusap wajahmua sambil berdoa :
اَلْحَمْدُلِلَّهِ الَّذِىْ أَحْيَانَابَعْدَمَاأَمَاتَنَاوَإِلَيْهِ النُّشُوْرُ.
“Segala puji bagi Allah yang menghidupkan kami, setelah mematikan kami. Dan hanya kepada-Nya kami kembali.”
Lalu membaca ayat :
إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْ‌ضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ‌ لَآيَاتٍ لِّأُولِي الْأَلْبَابِ ﴿١٩٠﴾ الَّذِينَ يَذْكُرُ‌ونَ اللَّـهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَىٰ جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُ‌ونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْ‌ضِ رَ‌بَّنَا مَا خَلَقْتَ هَـٰذَا بَاطِلًا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ‌ ﴿١٩١﴾ رَ‌بَّنَا إِنَّكَ مَن تُدْخِلِ النَّارَ‌ فَقَدْ أَخْزَيْتَهُ ۖ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنصَارٍ‌ ﴿١٩٢﴾ رَّ‌بَّنَا إِنَّنَا سَمِعْنَا مُنَادِيًا يُنَادِي لِلْإِيمَانِ أَنْ آمِنُوا بِرَ‌بِّكُمْ فَآمَنَّا ۚ رَ‌بَّنَا فَاغْفِرْ‌ لَنَا ذُنُوبَنَا وَكَفِّرْ‌ عَنَّا سَيِّئَاتِنَا وَتَوَفَّنَا مَعَ الْأَبْرَ‌ارِ‌ ﴿١٩٣﴾ رَ‌بَّنَا وَآتِنَا مَا وَعَدتَّنَا عَلَىٰ رُ‌سُلِكَ وَلَا تُخْزِنَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ ۗ إِنَّكَ لَا تُخْلِفُ الْمِيعَادَ ﴿١٩٤﴾ فَاسْتَجَابَ لَهُمْ رَ‌بُّهُمْ أَنِّي لَا أُضِيعُ عَمَلَ عَامِلٍ مِّنكُم مِّن ذَكَرٍ‌ أَوْ أُنثَىٰ ۖ بَعْضُكُم مِّن بَعْضٍ ۖ فَالَّذِينَ هَاجَرُ‌وا وَأُخْرِ‌جُوا مِن دِيَارِ‌هِمْ وَأُوذُوا فِي سَبِيلِي وَقَاتَلُوا وَقُتِلُوا لَأُكَفِّرَ‌نَّ عَنْهُمْ سَيِّئَاتِهِمْ وَلَأُدْخِلَنَّهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِ‌ي مِن تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ‌ ثَوَابًا مِّنْ عِندِ اللَّـهِ ۗ وَاللَّـهُ عِندَهُ حُسْنُ الثَّوَابِ ﴿١٩٥﴾ لَا يَغُرَّ‌نَّكَ تَقَلُّبُ الَّذِينَ كَفَرُ‌وا فِي الْبِلَادِ ﴿١٩٦﴾ مَتَاعٌ قَلِيلٌ ثُمَّ مَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ ۚ وَبِئْسَ الْمِهَادُ ﴿١٩٧﴾ لَـٰكِنِ الَّذِينَ اتَّقَوْا رَ‌بَّهُمْ لَهُمْ جَنَّاتٌ تَجْرِ‌ي مِن تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ‌ خَالِدِينَ فِيهَا نُزُلًا مِّنْ عِندِ اللَّـهِ ۗ وَمَا عِندَ اللَّـهِ خَيْرٌ‌ لِّلْأَبْرَ‌ارِ‌ ﴿١٩٨﴾ وَإِنَّ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ لَمَن يُؤْمِنُ بِاللَّـهِ وَمَا أُنزِلَ إِلَيْكُمْ وَمَا أُنزِلَ إِلَيْهِمْ خَاشِعِينَ لِلَّـهِ لَا يَشْتَرُ‌ونَ بِآيَاتِ اللَّـهِ ثَمَنًا قَلِيلًا ۗ أُولَـٰئِكَ لَهُمْ أَجْرُ‌هُمْ عِندَ رَ‌بِّهِمْ ۗ إِنَّ اللَّـهَ سَرِ‌يعُ الْحِسَابِ ﴿١٩٩﴾ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اصْبِرُ‌وا وَصَابِرُ‌وا وَرَ‌ابِطُوا وَاتَّقُوا اللَّـهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ ﴿٢٠٠﴾

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka. Ya Tuhan kami, sesungguhnya barangsiapa yang Engkau masukkan ke dalam neraka, maka sungguh telah Engkau hinakan ia, dan tidak ada bagi orang-orang yang zalim seorang penolongpun. Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami mendengar (seruan) yang menyeru kepada iman, (yaitu): "Berimanlah kamu kepada Tuhanmu", maka kamipun beriman. Ya Tuhan kami, ampunilah bagi kami dosa-dosa kami dan hapuskanlah dari kami kesalahan-kesalahan kami, dan wafatkanlah kami beserta orang-orang yang banyak berbakti. Ya Tuhan kami, berilah kami apa yang telah Engkau janjikan kepada kami dengan perantaraan rasul-rasul Engkau. Dan janganlah Engkau hinakan kami di hari kiamat. Sesungguhnya Engkau tidak menyalahi janji".  Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman): "Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan, (karena) sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain. Maka orang-orang yang berhijrah, yang diusir dari kampung halamannya, yang disakiti pada jalan-Ku, yang berperang dan yang dibunuh, pastilah akan Ku-hapuskan kesalahan-kesalahan mereka dan pastilah Aku masukkan mereka ke dalam surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya, sebagai pahala di sisi Allah. Dan Allah pada sisi-Nya pahala yang baik". Janganlah sekali-kali kamu terperdaya oleh kebebasan orang-orang kafir bergerak di dalam negeri. Itu hanyalah kesenangan sementara, kemudian tempat tinggal mereka ialah Jahannam; dan Jahannam itu adalah tempat yang seburuk-buruknya. Akan tetapi orang-orang yang bertakwa kepada Tuhannya, bagi mereka surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya, sedang mereka kekal di dalamnya sebagai tempat tinggal (anugerah) dari sisi Allah. Dan apa yang di sisi Allah adalah lebih baik bagi orang-orang yang berbakti. Dan sesungguhnya diantara ahli kitab ada orang yang beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada kamu dan yang diturunkan kepada mereka sedang mereka berendah hati kepada Allah dan mereka tidak menukarkan ayat-ayat Allah dengan harga yang sedikit. Mereka memperoleh pahala di sisi Tuhannya. Sesungguhnya Allah amat cepat perhitungan-Nya. Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah, supaya kamu beruntung.” (QS. Ali-Imran : 190-200)

 ثم إن رأيت أنه بقي عندك نشاط فتنفل ما بدا لك، ثم صل ثلاث ركعات بنية الوتر بتسليمة أو تسليمتين وتقرأ في الأولى سبح اسم ربك الأعلى(1) وفي الثانية قل يا أيها الكافرون(2) وفي الثالثة الإخلاص والمعوذتين،

 ولا تحسب أن الوتر هو إحدى عشرة شيء وهذه الركعات المذكورة في هذا لسياق شيء آخر كلاً إنه لم يرو عن قيام رسول الله صلى الله عليه وسلم غير ما قصصناه عليك فاعلم ذلك والله سميع عليم.

Setelah membaca ayat-ayat tersebut, lalu bersiwaklah dan sempurnakanlah wudhumu. Selanjutnya salatlah sunnah dua rakaat dengan cepat. Kemudian salatlah delapan rakaat dengan memperpanjang bacaan-bacaaannya dengan dua rakaat satu salam, atau empat rakaat salam, dan boleh juga delapan rakaat langsung dengan satu salam.

Jika engkau masih berinisiatif mengerjakan salat, kerjakanlah salat sunnah sekehendakmu. Kemudian dengan salat witir tiga rakaat dengan satu salam atau dua salam. Bacalah surat Al-Al`la, surat Al-Kafirun pada rakaat kedua. Dan surat Al-Ikhlas, Al-Falaq dan An-Nas para rakaat ketiga.

Sholat awwabin

ومن ذلك الصلاة بين المغرب والعشاء وأكثرها عشرون ركعة وأوسطها ست ركعات قال رسول الله صلى الله عليه وسلم "من صلى بين العشائين ركعتين بنى الله له بيتاً في الجنة" وقال عليه الصلاة والسلام: "من صلى بعد المغرب ست ركعات لا يتكلم فيما بينهن بشيء عدلن له عبادة اثنتي عشرة سنة".

ومن السنة إحياء ما بين العشائين، وقد ورد في فضله أخبار وآثار، وحسبك من ذلك أن أحمد بن أبي الحواري شاور شيخه أبا سليمان رحمهما الله تعالى في أن يصوم النهار أو يحيي ما بين العشائين فقال: اجمع بينهما. فقال: لا أستطيع لأني متى صمت أشتغل بالإفطار في هذا الوقت. فقال له إذا لم تستطع أن تجمع بينهما فدع صيام النهار وأحي ما بين العشائين.

Salat Awabin
Salat sunnah awabin adalah salat yang dikerjakan antara maghrib dan Isya, dikerjakan maksimal dua puluh rakaat, dan biasanya dilakukan enam rakaat.

Rasulullah Saw. bersabda :
مَنْ صَلَّى بَيْنَ الْعِشَائَيْنِ رَكْعَتَيْنِ بَنَى اللَّهُ لَهُ بَيْتًافِى الْجَنَّةِ.
Barangsiapa salat (sunnah) di antara Maghrib dan Isya 2 rakaat, maka Allah mendirikan rumah (untuknya) di surga.”

Beliau juga bersabda :
مَنْ صَلَّى بَعْدَ الْمَغْرِبِ سِتَّ رَكَعَاتٍ لَا يَتَكَلَّمُ بَيْنَهُنَّ بِسُوْءٍ عَدَلْنَ لَهُ عِبَادَةَ اثْنَتَيْ عَشْرَةَ سَنَةً.
“Barangsiapa salat (sunnah) enam rakaat setelah salat Maghrib, tanpa diselingi dengan pembicaraan kotor, maka salat tersebut mampu mengimbangi ibadah selama dua belas tahun.” (HR. Turmudzi)

Telah dijelaskan dalam beberapa hadits dan sunnah Rasulullah tentang keutamaan menghidupkan waktu antara Maghrib dan Isya. Dalam hal ini, Ahmad bin Abi Al-Hawariy bertanya pada gurunya, syekh Abu sulaiman rahimahullah :

”Wahai guru, mana yang lebih utama, puasa di siang hari atau menghidupkan waktu antara Maghrib dan Isya dengan amal saleh?”

“Kerjakan kedua-duanya,” jawab gurunya.
“Tetapi saya tak mampu mengerjakan keduanya. Karena, jika saya berpuasa, waktu antara Maghrib dan Isya adalah saat sibuk untuk berbuka.”

“Kalau demikian tinggalkan puasa dan isilah waktu antara Maghrib dan Isya dengan amal saleh.”

وقالت عائشة رضي الله عنها: ما دخل رسول الله صلى الله عليه وسلم بيتي بعد العشاء الآخرة إلا صلى أربعاً أو ستاً، وقال عليه السلام: "أربع ركعات بعد العشاء، كمثلهن من ليلى القدر".

Aisyah ra. berkata :
مَادَخَلَ رَسُوْلُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْتِىْ بَعْدَالْعِشَاءِ الْآخِرَةِ إِلَّا صَلَّى أَرْبَعًاأَوْسِتَّا.
“Rasulullah Saw. tidak memasuki rumahku sesudah salat Isya, kecuali beliau sudah salat empat atau enam rakaat (yang beliau kerjakan antara Maghrib dan Isya).”

Sabda Rasulullah Saw. :
أَرْبَعٌُ كَمِثْلِهِنَّ مِنْ لَيْلَةِ الْقَدْرِ.
“Salat sunnah empat rakaat (antara maghrib dan Isya itu)seperti salat empat rakaat yang dilaksanakan ketika malam lailatul qadar.”

FASAL 2

رسالة أهل السنة والجماعة
Terjemah

PASAL MENJELASKAN TENTANG :
BAGAIMANA MASYARAKAT JAWA BERPEGANG TEGUH PADA MADZHAB “AHLI AL – SUNNAH WA AL – JAMA’AH”
TENTANG KAPAN LAHIRNYA BID’AH DAN PENYEBARANNYA DITANAH JAWA
TENTANG MACAM-MACAM PERILAKU AHLI BID’AH YANG TERJADI DI ZAMAN INI.
Masyarakat Muslim di pulau Jawa tempo dulu memiliki pandangan dan madzhab yang sama, memiliki satu reverensi dan kecenderungan yang sama. Semua masyarakat Jawa ketika itu menganut dan mengidolakan satu madzhab yakni Imam Muhammad bin Idris Al- Syafi’i dan didalam masalah teologi atau aqidahnya mengikuti madzhab Imam Abu Hasan al – Asy’ari dan di bidang Tasawuf mengikuti madzhab Imam al – Ghazali dan Imam Abi al – Hasan al – Syadili, Rodiallahu ‘Anhum ‘Ajma’in.

Pada perkembangan selanjutnya di tahun 1330 H. muncul beberapa golongan yang bermacam-macam, dan mulai timbul berbagai pendapat yang saling bertentangan, isu yang bertebaran, dan pertikaian dikalangan para pemimpin. Diantara mereka ada yang beraviliasi pada kelompok Salafiyyin, golongan Tradisional yang tetap eksis berpegang teguh pada doktrin ajaran yang diinginkan Salafuna al – Shalih , bermadzhab kepada satu madzhab tertentu, berpegang kepada kitab-kitab mu’tabarah yang beredar, mencintai ahlul bait, para wali dan orang-orang yang sholih, mengharap berkah mereka baik yang masih hidup maupun yang telah wafat, melakukan ritus ibadah berupa ziarah kubur, mentalqin mayit, shadaqah untuk mayit dan menyakini adanya syafaat atau pertolongan, kemanfaatan doa, mengerjakan tawassul dan lain-lain.

Sebagian dari masyarakat kita terdapat kelompok yang mengikuti pendapat Muhammad Abduh dan Rasyid Ridlo, yang menyepakati pendapat yang menyatakan bidahnya beberapa hal diatas sebagaimana dikemukakan oleh Abdul Wahab al – Nadji dan Ahmad bin Taimiyah dan dua muridnya yakni Ibnu al-Qoyyim dan Ibnu Abdi al – Hadi, kelompok kedua ini secara tegas mengharamkan apa yang telah menjadi kesepakatan kaum muslimin sebagai bentuk ibadah sunnah, yakni pergi untuk menziarahi makam Rasulullah SAW. Firqoh ini secara terus menerus melakukan penentangan keras terhadap kaum muslimin atas rutinitas yang mereka jalankan.

Imam Ibnu Taimiyah berkata di dalam kitab Fatawinya :

“Ketika seseorang itu bepergian untuk ziarah, dan ia menyakini bahwasanya menziarahi makam Rasulillah Saw itu adalah merupakan perbuatan taat, maka hal itu diharamkan menurut Ijma atau konsensus para ulama’.
Konsekwensi dari pengharaman ini diharapkan menjadi sesuatu yang mampu memutuskan aktifitas tersebut.
Al – ‘Allamah Syaikh Muhammad Bakhit al – Hanafi al – Mut’i di dalam kitab risalahnya yang berjudul “Thahiru al – Fuad min Danasi al – ‘I tiqod” mengatakan : Kehadiran firqoh atau sekte-sekte pemecah belah ini memberikan cobaan tersendiri pada mayoritas kaum muslimin baik mereka yang salaf, kelompok tradisionalis maupun generasi khalaf, atau kelompok modernis, sehingga kaum muslimin ketika itu semacam tertimpa musibah keretakan dan perpecahan dikalangan mereka. Ibarat anggota tubuh terkena penyakit yang menular, kemudian ia harus memotongnya agar tidak menjalar atau menular pada anggota tubuh yang lain. Firqoh ini seolah-olah seperti penyakit lepra yang harus kita hindari sejauh mungkin.

Sungguh sekte ini merupakan segolongan kaum Muslim yang mempermainkan agama mereka sendiri, mereka mencaci maki para ulama salaf dan Khalaf, kelompok agama yang mempermainkan agama ini berkata :

“Mereka semua para ulama adalah bukanlah orang-orang yang ma’sum, tersucikan, terhindar dari kesalahan dan dosa, maka tidaklah selayaknya untuk taqlid kepadanya, sama saja apakah mereka saat ini masih hidup ataukah sudah wafat”.
Selalu saja mereka mencaci maki para ulama dan mengobarkan shubhat, mereka sebarluaskan kesamaran tersebut dihadapan dhu’afa, dan mereka berupaya untuk membutakan pandangan orang-orang yang lemah agamanya tersebut atas diri mereka.

Kesemuanya itu dimaksudkan untuk mengobarkan permusuhan dan saling membenci, mereka berusaha mencari simpati dan popularitas sehingga dengan leluasa mereka dapat berbuat kerusakan di muka bumi.

Mereka berkata :

“Kebohongan harus dipertanggungjawabkan dihadapan Allah SWT”, padahal mereka semua mengetahui, bahwa apa yang mereka katakan adalah untuk mengelabuhi masyarakat awam, agar orang – orang awam ini menyangka bahwa merekalah orang – orang yang mengemban tugas Amar Ma’ruf Nahi Mungkar, merekalah orang – orang yang senantiasa memotivasi dan meyakinkan kepada manusia untuk tetap mengikuti syara’ dan menjauhi bid’ah”.
Berkaitan dengan ini Allahlah Dzat yang menjadi saksi bahwa sesungguhnya sekte inilah yang pada hakikatnya merupakan komplotan orang-orang yang menempuh jalan bid’ah dan menuruti hawa nafsu.

Al-Qodli ‘Iyad di dalam kitab Al – Syifa’ berkata : Kerusakan yang terbesar akibat ulah firqah ini adalah terjadinya distorsi pemahaman agama, dan kerusakan itupun merambah ke dalam persoalan-persoalan dunia sebagai akibat dari provokasi mereka terhadap kaum muslimin untuk bersengketa di dalam masalah agama yang kemudian merambat ke dalam urusan-urusan dunia.

Imam Al–‘Allamah Mulla’uddin’Aly al–Qariy mengisyaratkan problematika ini di dalam kitab syarahnya :

وقد حرم الله تعالى الخمر والميسير لهــذه العلة قال تعالى : انما يريد الشيطان ان يوقع بينكم العداوة والبضاء فى الخمر والميسر
“Sungguh Allah Ta’ala mengharamkan khomer dan perjudian karena alasan ini, sebagaimana ditegaskan dalam firman Allah : Sesungguhnya Syaitan bermaksud untuk mendatangkan sikap permusuhan dan saling membenci diantara kalian semua melalui khomer dan perjudian.”
Termasuk dalam katagori gerakan baru yang muncul di pulau Jawa adalah sekte Syi’ah Rafidloh, yakni golongan yang mencela sahabat Abu Bakar al – Shiddiq dan Sayyidina Umar Bin Khattab RA, golongan ini juga membenci para sabahat RA, dan berlebih-lebihan dalam mencintai dan fanatik terhadap Sayyidina Ali RA dan Ahli bait. Sayyid Muhammad Di dalam syarah Al – Qomus al – Munith berkata : sebagian dari mereka telah beridentitas sebagai kafir Zindiq, mudah-mudahan Allah menjaga kita dan kaum Muslimin semuanya.

Al – Qodli ‘Iyad di dalam kitab Al – Syifa’ juga meriwayatkan sebuah hadits dari Abdullah bin Mughoffah RA ia berkata, Rasulullah SAW. bersabda :

الله الله فى اصحابى لا تتخذوهم غرضا بعدى , فمن احبهم فبحبى أحبهم, ومن ايغضهم فببغضى ابغضهم, ومن اذاهم فقد اذآنى, ومن اذانى فقد اذى الله ومن اذى الله يوشك ان يأخـذه
“Takutlah kalian semua kepada Allah SWT, takutlah kalian semua kepada Allah SWT dan berhati – hatilah kalian semua dalam menyikapi para sahabatku, mudah-mudahan Allah memberikan penjagaan kepada para sahabatku, janganlah kalian semua bermaksud buruk dan menganiaya mereka setelah kematianku. Barang siapa mencintai mereka maka dengan sepenuh hati aku mencintainya, Barang siapa membenci mereka maka dengan segala kebencianku pula aku membencinya. Barang siapa membenci dan menyakiti mereka berarti ia menyakitiku, barang siapa menyakitiku maka berarti menyakiti Allah, dan barang siapa menyakiti Allah maka bersiaplah untuk menerima adzhab Allah”.
Dan Rasulullah Saw bersabda :

لاتسـبوا اصحابى فانه يجئ قوم فى أخرالزمان يسـبون اصحـابى. فلا تصلوا عليهم ولا تصلوا معهم ولاتناكحوهم ولا تجالسوهم, فان رضوا فلاتعودوهم
“Janganlah kalian semua mencaci maki para sahabatku, karena sesungguhnya akan datang di akhir zaman nanti, sekelompok kaum yang mencela sahabat-sahabat ku, maka janganlah kalian semua mensholati janazah mereka, janganlah kalian semua sholat bersama mereka, janganlah kalian semua menjalin pernikahan dengan mereka. Jangan pula kalian berdiskusi bersama mereka, jika mereka sakit, maka jangan jenguk mereka”.
Dan dari Rasulullah Saw. Beliau bersabda :

من سب اصحابـى فاضربـوه
“Barang siapa mencela sahabat-sahabatku maka bunuhlah dia” Pernyataan keras nabi ini menjelaskan kepada kita bahwa siapa saja yang menyakiti para sahabatnya maka berarti ia menyakiti nabi, dan menyakiti nabi Saw adalah haram”.
Rasulullah Saw bersabda :

لاتؤذونى فى اصحابى ومن اذاهم فقد اذانى, وقال لاتؤذونى فى العائشة, وقال فى فاطمة رضى الله عنها بضعة منى يؤذينى مااذاها
“Janganlah kalian semua menyakitiku melalui para sahabatku, barang siapa menyakiti sahabat-sahabatku berarti ia menyakitiku, dan nabi juga bersabda, jangalah kalian menyakitiku dengan cara menyakiti Aisyah dan nabi bersabda pula ; janganlah pula dengan cara menyakiti diri Fatimah RA karena ia adalah keratan darah dagingku, menyakitiku segala yang menyakitkan dirinya” Muncul juga sekelompok kaum yang lantas disebut sebagai sekte “Abahiyyun” yakni golongan yang memperkenankan untuk melakukan apa saja yang disukai, mereka berkata : “Sesungguhnya seorang hamba, ketika ia telah sampai kepada puncak rasa cintanya, dan hatinya telah suci dan terbersihkan dari sifat lupa, dan dia telah memilih iman daripada kufur dan kekufuran, maka gugur dan terbebaskanlah ia dari tuntutan perintah dan larangan. Dan tidaklah Allah akan memasukkannya ke neraka sebab melakukan dosa-dosa besar”.
Sebagian dari mereka juga berkata :

“Bagi seorang hamba yang telah sampai pada puncak posisi mahabbah, maka gugurlah baginya kewajiban untuk melaksanakan ibadah-ibadah yang dlohir, maka yang menjadi substansi ibadahnya adalah bertafakkur dan mempercantik akhlaq batiniahnya”.
Syayid Muhammad di dalam syarah ihya’ – nya berkata : Pernyataan ini adalah kufur zindik dan kesesatan, tetapi golongan Abahiyyun ini memang sudah ada sejak zaman dulu, penganutnya adalah orang-orang bodoh dan sesat mereka tidak memiliki pemimpin yang mengerti tentang ilmu syari’at sebagaimana layaknya.
Muncul pula aliran yang lantas memproklamirkan diri sebagai “Tanasukhil al – Arwah” kelompok yang mengaku sebagai titisan ruh-ruh yang selalu berpindah-pindah selama-lamanya dari satu jasad seseorang ke jasad yang lain baik sejenis maupun berlainan jenis. Mereka menyangka bahwa siksaan dan kenikmatan yang dirasakan oleh Arwah tersebut didasarkan atas pertimbangan bersih dan kotornya arwah tersebut. Imam al-Syihab al-Khofaji di dalam syarahnya kitab Al-Syifa’ berkata :

“Sungguh ahli syari’ telah mengkafirkan mereka karena muatan pendapat-pendapatnya ternyata melakukan pembohongan terhadap Allah, Rasul nya, dan kitab suci - Nya”.
Sebagian lagi ada yang menganut ajaran Hulul dan Ittihad, mereka adalah orang-orang yang menjalankan tasawufnya dengan kebodohan, mereka berkeyakinan bahwa Allah swt. adalah wujud yang mutlak. Sesungguhnya selain dari pada Allah tidaklah ia memiliki sifat Al-Wujud sama sekali, sehingga bila dikatakan “Al-Insanu Maujudun” maka makna yang dikehendaki adalah bahwa manusia itu memiliki hubungan dengan Al – Wujud al – Mutlaq yakni Allah Ta’ala. Al – ‘Allamah al – Amir di dalam kitab Hasyiyah-nya Imam Abdi al-Salam, beliau berkata : Ucapan dengan interpretasi di atas, merupakan kufur yang shorih, karena tidaklah mungkin terjadi yang namanya hulul dan ittihad. Bila hal tersebut benar terjadi pada diri para pembesar wali maka kejadian itu harus dita’wili dengan sesuatu yang cocok dengan kondisi dan derajat kewalian mereka. Sebagai mana faham Wahdati al – Wujud yang mereka anut.

Seperti ucapan mereka

ما فى الجبة ا لا الله
“(Tidak ada di dalam jubah ini kecuali Allah )”
Mereka menghendakinya dengan makna bahwa apa saja yang ada di dalam jubah bahkan apapun yang wujud di dalam seluruh alam ini, tidaklah ia terwujud kecuali atas kehendak Allah, Syaikh Muhammad al – Safarini berkata di dalam kitab “Lawaaihu al – Anwar” :
“Sebagian dari tanda sempurnanya kema’rifatan adalah kemampuan seorang hamba untuk menyaksikan Tuhannya”.
Setiap ‘Arif (orang yang ma’rifat) selama ia masih menafikan pengetahuan atas Tuhannya pada waktu apapun maka bukanlah ia dinamakan sebagai ‘Arif tetapi hanya disebut sebagai ‘Shohibul haali’ dimana ‘Syuhudihi Robbahu’- nya, (penyaksiannya terhadap realitas tuhannya) hanya terjadi pada waktu-waktu tertentu saja. Nah, keberadaan Shohibul haali ini sama dengan orang yang mabuk, dimana pengetahuan spiritualnya belumlah cukup mengukuhkan eksistensinya sebagai seorang ‘Arif.

Menjadi jelaslah bahwa apa yang dimaksud dengan Wahdati al – Wujud dan Al – Ittihad dalam madzhab tasawuf adalah bukanlah hanya sekedar menggunakan parameter apa yang dhohir saja atau atas dasar persangkaan belaka. Dengan demikian pernyataan/statemen para penyembah berhala yang mengatakan bahwa :

“Kita tidak menyembah berhala ini kecuali hanya menjadikannya sebagai lantaran agar kita dapat mendekatkan diri kepada Dzat Allah”.
Bagaimana mungkin pelaku sedemikian (Wahdati Al-Wujud) dianggap sebagai orang-orang yang ma’rifat (‘Arifin). Padahal makna yang subtansial dari ittihad itu sendiri adalah sebagaimana dikatakan oleh Al-‘Aarif :
- هو المعنى المسمـى بالا تحـاد وعلمك أن كل أمر امر ى
“Pengetahuan anda atas segala sesuatu adalah urusan saya, inilah makna yang sesungguhnya dinamakan sebagai Al-Ittihad.”
Untuk itu jelaslah bahwa setiap umat Islam memiliki kemampuan dan kesempatan untuk meraih maqom ini walaupun pada tingkat yang berbeda-beda.
Sengaja saya membahas secara panjang lebar terhadap sekte/golongan ini, karena saya menyaksikan bahwa golongan inilah yang sesungguhnya paling membahayakan terhadap kaum Muslimin dibandingkan bahaya yang dimunculkan oleh kaum kafir dan mubtadi’in, para ahli bid’ah. Karena mayoritas manusia mengagungkan golongan ini dan begitu antusiasnya ia mendengarkan fatwa-fatwa mereka dengan ketidak mengertiannya terhadap uslub-uslub atau gramatika bahasa arab.

Imam Asmu’i meriwayatkan sebuah hadits dari Imam Kholil dari Abi ‘Amrin bin A‘la’, beliau berkata :

اكثرمن تزندق بالعراق لجهله بالعر بية وهم باعتقاده الحلول والانحاد كفرة
“Kebanyakan orang yang kafir zindik dari penduduk Irak adalah disebabkan oleh ketidakmengertian mereka terhadap literatur Arab mayoritas dari mereka menjadi kufur karena keyakinan mereka yang salah terhadap pemahaman Hulul dan Ittihad”.
Qodli ‘Iyadh didalam kitabnya Al – Syifa’ mewanti-wanti : Sesungguhnya setiap bentuk perkataan yang secara sharih, terang-terangan menafikan atau menghilangkan sifat ketuhanan dan ke Maha Esaannya, melakukan penyembahan terhadap selain Allah atau mempersekutukan Allah pada sesembahannya adalah merupakan bentuk kekufuran yang nyata. Seperti juga ucapan-ucapan yang dikeluarkan oleh Kaum Duhriyah, Nasrani, Majusi, dan orang-orang yang mempersekutukan Allah dengan menyembah berhala, Malaikat, Syetan, Matahari, bintang-bintang, dan menyembah api ataupun selain daripada Allah. Demikian juga kekufuran itu terjadi pada orang-orang yang menyakini adanya “hulul” (menempatnya Dzat Allah pada diri makhluk) dan terjadinya “Al - Tanasukh” (Ruh Allah SWT menitis pada diri seorang hamba).
Kekufuran itu dapat pula terjadi pada orang yang mengakui ketuhanan Allah dan ke-Maha Esaannya tetapi ia menyakini bahwa Allah tidaklah hidup atau bukanlah Dzat yang Qadim (terdahulu), atau sesungguhnya Allah adalah dzat yang hadits (baru datang) dan memiliki bentuk, atau menyangka bahwa Allah memiliki anak istri, dan bahkan ia terlahirkan dari sesuatu yang maujud sebelum-Nya, atau sesungguhnya ada sesuatu selain Allah yang menyertai-Nya di zaman Azali, atau menyakini bahwa ada Dzat lain selain Allah yang menciptakan dan mengatur alam ini. Semua keyakinan dan anggapan sebagaimana disebut di atas merupakan bentuk kekufuran menurut ijma’ kaum muslimin.

Demikian juga kekufuran itu terjadi pada seseorang yang menganggap dirinya dapat duduk bersama Allah, menyertai-Nya naik ke Arasy, berbincang-bincang dengan-Nya dan meyakini dapat menyatunya Dzat Allah pada diri seseorang sebagaimana yang difahami oleh sebagian kaum Tasawuf, aliran kebatinan dan orang-orang Nasrani.

Termasuk bentuk kekufuran yang lain adalah : seseorang yang menyakini sifat ketuhanan dan ke Maha Esaan Allah tetapi ia menentang pokok-pokok kenabian secara umum atau konsepsi-konsepsi kenabian kita Muhammad Saw secara khusus. Atau salah satu dari para nabi, dimana hal itu terjadi setelah ia mengetahui konsepsi – konsepsi nash – Nya, maka tanpa keraguan ia dihukumi kafir. Demikian pula menjadi kafir seseorang yang menyatakan bahwa Nabi kita Muhammad Saw adalah bukanlah ia yang berdomisili di Makkah dan Hijaz.

Kekufuran itu juga akan terjadi sebab beberapa hal berikut ini, antara lain : Seseorang yang mengakui terutusnya nabi yang lain bersamaan dengan kenabian nabi Muhammad SAW atau masih akan ada nabi lagi setelah kenabian nabi Muhammad SAW juga seorang yang mengklaim bahwa kenabian Muhammad Saw adalah hanya dikhususkan untuk kalangan atau golongannya sendiri (bukan Nabi yang Rahmatan lil ‘alamin). Demikian juga terjadi kekufuran apa bila ada seorang yang kondang sebagai ahli tasawwuf, tetapi hingga kebablasan ia menyatakan diri bahwa ia menerima wahyu dari Allah Ta’ala walaupun ia tidak sampai mengaku-aku menjadi Nabi. Imam Yusuf al – Ardhabili di dalam kitab “Al – Anwarnya” memberikan pernyataan yang tegas bahwa : Dapatlah dipastikan kekafiran itu terjadi pada setiap orang yang mengucapkan suatu perkataan yang sebab ucapan itu umat menjadi terjerumus pada lembah kesesatan, apalagi bila sampai meng-kafirkan sahabat, termasuk juga setiap orang yang melakukan perbuatan dimana pekerjaan itu tidaklah muncul atau bersumber kecuali dari orang-orang kafir seperti sujud pada salib atau menyembah api, atau pergi menuju ke gereja-gereja bersama pengikut-pengikut gereja dengan mengenakan atribut-atribut yang juga dipakai oleh ahli-ahli gereja seperti memakai ikat pinggang atau yang lainnya. Demikian juga ia yang mengingkari eksistensi Makkah, Ka’bah, ataupun Masjidil Haram bilamana hal itu muncul dari seorang yang menurut pandangan kita ia sebenarnya tau dan memahami bahwa kenyataannya pergaulan mereka adalah dengan orang-orang Islam.

Senin, 27 Juni 2016

Fasal satu

رسالة أهل السنة والجماعة
Terjemah

SEBUAH PASAL PENJELASAN TENTANG “AL – SUNNAH DAN AL – BID’AH
Lafadz “Al – Sunnah” dengan dibaca dlammah sinnya dan diiringi dengan tasydid, sebagaimana dituturkan oleh Imam Al – Baqi’ dalam kitab ‘Kulliyat’-nya secara etimologi adalah Al – Thariqah, jalan, sekalipun yang tidak diridloi. Menurut terminologi syara’ : “Al – Sunnah” merupakan “Al – Thoriqoh”, jalan atau cara yang diridloi dalam menempuh agama sebagaimana yang telah ditempuh oleh Rosulillah Saw atau selain beliau, yakni mereka yang memiliki otoritas sebagai panutan di dalam masalah agama seperti pada para sahabat R.A.

Hal ini didasarkan pada sabda nabi :

عليكم بسنتى وســنة الخلــفا ء الراشــدين من بعدى
“Tetaplah kalian untuk berpegang teguh pada Sunnahku dan Sunnahnya Al – Khulafaur Rasyidin, setelahku”.
Sedangkan menurut terminologi Urf adalah pengetahuan yang menjadi jalan atau pandangan hidup yang dipegangi secara konsisten oleh tokoh yang menjadi panutan, apakah ia sebagai nabi ataupun wali. Adapun istilah “Al – Sunny” merupakan bentuk penisbatan dari lafadz “Al – Sunnah” dengan membuang ta’ marbuthah.

Lafadz “Al – Bid’ah” sebagaimana dikatakan oleh Al – Syekh Zaruq di dilam kitab “Iddati al – Murid” menurut terminologi syara’ adalah : “Menciptakan hal perkara baru dalam agama seolah-olah ia merupakan bagian dari urusan agama, padahal sebenarnya bukan, baik dalam tataran wacana, penggambaran maupun dalam hakikatnya. Hal ini didasarkan pada sabda nabi SAW :

من احدث فى امرنا هذا ما ليس مـــــنه فهو رد
“Barang siapa menciptakan perkara baru didalam urusanku {yakni masalah agama}, padahal bukan merupakan bagian daripadanya, maka hal itu ditolak”
Dan sabda Rasul :

وكل محـــــدثة بدعة
“Dan segala bentuk perkara yang baru adalah bid’ah”
Para ulama menjelaskan tentang esensi dari makna dua hadits tersebut di atas yakni, perkara baru yang menjadi bid’ah adalah segala sesuatu yang dijadikan rujukan bagi perubahan suatu hukum dengan mengukuhkan sesuatu yang sebenarnya bukan merupakan ibadah tetapi diyakini sebagai konsepsi ibadah. Jadi bukanlah segala bentuk pembaharuan yang bersifat umum karena kadang-kadang bisa jadi perkara baru itu berlandaskan dasar-dasar syari’ah secara asal sehingga ia menjadi bagian dari syari’at itu sendiri, atau berlandaskan Furu’ al – Syari’ah sehingga ia dapat dikiaskan atau dianalogkan kepada syari’at.

Al – Syekh Zaruq lantas membuat tiga ukuran (mizan) dalam hal ini yakni :
pertama ; harus dilihat keberadaan perkara baru tersebut, jika didalamnya didapati termasuk dalam koridor hukum syari’at dengan dukungan dalil atau dasar yang mengukuhkannya, maka bukanlah dinamakan bid’ah.
Namun bila didalamnya terdapat beberapa dalil yang tampaknya kontradiktif sehingga terjadi kesamaran, dan muncul beberapa interpretasi dalam beberapa pandangannya, maka beberapa pandangan itu harus ditelaah ulang, mana yang paling unggul untuk dijadikan rujukan dasar.

Pertimbangan kedua adalah dengan melihat beberapa kaidah-kaidah perundangan yang telah dibakukan oleh para imam mujtahid dan pengamalan para Salafuna al – Sholih sebagai tuntunan “Thariqah al – Sunnah”, jika ternyata perkara itu bertentangan dengan dasar-dasar di atas melalui beberapa pertimbangan, maka jelas tidak dapat diterima. Namun bila terjadi kecocokan dalam pandangan kaidah-kaidah perundang-undangan maka dapatlah diterima, sekalipun dikalangan para Imam Mujtahid sendiri terjadi perbedaan pendapat baik secara far’ maupun asal.

“Segala sesuatu itu mengikuti pada asalnya berikut dalilnya”,
sehingga apapun yang diamalkan oleh para Salafuna al – Sholih dengan berlandaskan pada kaidah-kaidah para Imam dan diikuti oleh kelompok Khalaf, maka tidaklah sah bila hal itu dianggap sebagai “bid’ah madzumah”, dan segala bentuk prilaku yang tidak dilakukan atau ditinggalkan oleh para Salafuna al – Shalih dengan kerangka pandangan yang jelas maka tidaklah sah pula hal itu dianggap sebagai tuntunan atau sunnah, dan bukan pula harus dianggap sebagai perkara yang terpuji.
Berkaitan dengan suatu dasar yang telah ditetapkan oleh Salafuna al –Shalih tetapi tidak menjadi prilaku hidup mereka, maka Imam Malik berpendapat bahwa hal itu dianggap sebagai bid’ah dengan dalih bahwa mereka tidak akan meninggalkan segala sesuatu perbuatan apapun kecuali didalamnya ada perintah untuk meninggalkan perkara tersebut.

Imam Al – Syafi’i berpandangan lain, bahwa hal itu tidaklah dianggap sebagai bid’ah, walaupun Salafuna al – Shalih tidak mengerjakannya, karena bisa jadi mereka meninggalkan perbuatan tersebut dikarenakan ada udzur yang menimpa mereka untuk melakukan hal itu pada suatu waktu, atau mereka meninggalkannya karena ia memilih untuk melakukan sesuatu yang lebih utama dari ketetapan tersebut. Dan karena segala bentuk hukum itu bisa jadi diambil atas dasar dzatiah persoalan terkait, atau dipengaruhi oleh kondisi psikologi dan sosio historis orang yang mensyari’atkannya.

Para ulama juga berbeda pendapat dalam menyikapi persoalan yang tidak termasuk dalam kerangka sunnah, namun tidak ada dalil yang menentangnya bahkan juga tidak ada kesamaran di dalamnya. Imam Malik menganggap hal itu sebagai bid’ah, dan Imam Syafi’i menyatakan hal itu bukanlah bid’ah. Dalam hal ini Imam Syafi’i berlandaskan pada sebuah hadits :

ما تركته لكم فهو عفو
“Segala sesuatu yang aku tinggalkan karena belas kasihan terhadap kalian semua adalah diampuni”
Syekh Zaruq berpandangan bahwa : berkaitan dengan mizan yang kedua ini, beliau mencontohkannya dengan terjadinya perbedaan pandangan diantara para ulama tentang hukumnya membuat kepengurusan jamiyyah, membaca dzikir dengan keras, dan melangsungkan do’a bersama. Karena didalam hadits ada semacam support atau al – Targhib di dalam hal ini, sekalipun Salafuna al – Sholih tidak melakukannya sehingga dengan hal ini tidaklah setiap orang yang menyepakati hal itu dianggap sebagai pembuat bid’ah dalam pandangan orang yang berpendapat lain, jika ternyata pendapat tersebut bertolak belakang dengan dalil-dalil hukum yang diambil sebagai hasil ijtihadnya, selagi tidak melampui batas wilayah yang diperkenankan baginya.

Dan tidaklah sah pula perkataan seseorang yang memiliki pendapat berbeda itu dipergunakan untuk membatalkan pendapat lain yang bertolak belakang karena adanya kesamaran dalam memproses kesimpulan hukumnya. Bila dalam persoalan ini dilegalkan segala bentuk upaya pembatalan pendapat orang lain, maka yang terjadi adalah klaim pembid’ahan terhadap seluruh prilaku umat. Sebagaimana telah diketahui bahwa sesungguhnya hukum Allah Ta’ala dalam kerangka yang bersifat ijtihadiyah dan pada wilayah furu’iyah, bagi seorang mujtahid akan sangat memungkinkan untuk dimunculkan ijtihad baru, baik hasil ijtihad baru itu mendapatkan pembenaran dari hanya seorang saja atau lebih.

Rasulullah Saw bersabda :

لايصلين احد العصر إلا فى بنى قربيظة فادركهم العصرفى الطـريق ,فقال بعضهم امرنا بالعجلة وصلوا فى الـريق وقال أخرون : امرنا بالصلاة هناك فاخروا ولم يعب صلى الله عليه وسلّم على واحد منهم.
“Sungguh seseorang tidak akan dapat melaksanakan sholat fardu Ashar kecuali diperkampungan Bani Quradloh, lantas para sahabat mendapati masuknya waktu sholat Ashar ketika masih diperjalanan, sebagian dari mereka berkata : kita diperintahkan untuk bergegas (dalam melakukan / mendirikan sholat) dan mereka melakukan sholat diperjalanan. Sebagian dari sahabat yang lain berkata : kita diperintahkan untuk melakukan sholat di sana (perkampungan Bani Quraidloh), lantas mereka mengakhirkan sholat, dan Rasulullah Saw. tidak mencaci maki kepada salah seorangpun diantara mereka”.
Sikap Rasululah yang sedemikian begitu menyejukkan, dan menunjukkan keabsahan untuk melakukan sesuatu amal sesuai dengan apa yang dapat mereka pahami dari sabda Nabi sebagai Al – Syari’, sumber persyari’atan, karena pemahaman tersebut tidaklah dilandasi oleh hawa nafsu.

Mizan yang ketiga adalah pertimbangan yang bersifat membedakan yang didasarkan pada beberapa kriteria hukum yang otentik, hal ini akan bersifat tafsili, atau terperinci. Dengan mizan ini sebuah persoalan akan dapat diklasifikasikan dalam enam bentuk hukum syari’at yakni : wajib, sunnah, haram, makruh, khilaful aula dan mubah. Segala bentuk persoalan itu diilhaqkan dengan dalil tersebut, dan jika tidak memiliki dalil maka dapatlah dikatakan sebagai bid’ah. Melalui mizan ini, banyak dari hukum yang kemudian mengistilahkan identitas hukum dari sebuah persoalan tersebut dengan bid’ah wajibah, nadbiah, tahrimah, karohah, khilafal aula dan bid’ah ibadah tetapi hanya dalam istilah kebahasaan saja untuk memberikan kemudahan.

”والله اعلم”

Lebih spesifik lagi Syekh Zaruq membagi bid’ah kedalam tiga kelompok yakni:
Bid’ah Shorihah yaitu suatu persoalan yang ditetapkan tanpa berlandaskan dalil syari’ dan tidak mencocoki pada sebuah masalah yang telah mendapatkan ketetapan hukum syara’ apakah wajib, sunnah, mandub atau yang lainnya. Bid’ah ini pada akhirnya membunuh potensi sunnah dan membatalkan perkara yang haq, bentuk ini adalah seburuk-buruknya bid’ah, meskipun daripadanya dikemukakan sejumlah alasan pada kerangka usul maupun furu’ tetaplah tidak dapat mempengaruhi keshorihan bid’ah-nya.
Kedua “Al – bid’ah al – Idlofiyah” yaitu bid’ah yang disandarkan pada sebuah perintah dimana bila perintah itu diterima sebagai sandaran bid’ah tersebut maka tidaklah sah terjadinya saling mempertentangkan keberadaan perkara tersebut, apakah sebagai sunnah ataupun bid’ah tanpa perselisihan sebagaimana tersebut di muka.
Ketiga, Al – Bid’ah al – Khilafiyah, yaitu bid’ah yang dilandasi oleh dua dalil yang saling tarik menarik diantara keduanya, disatu sisi dia berkata : ini didasarkan pada sumber ini, dan pendapat yang lain menyatakan bid’ah, dan ia menyangkal dengan dalil yang bertolak belakang, dan ia menyatakan sunnah, sebagaimana contoh kasus di atas yakni tentang membuat kepengurusan jam’iyyah atau majlis dzikir dan do’a bersama.

Al – ‘Allamah Imam Muhammad Waliyuddin al – Syibtsiri dalam Syarah Al – Arba’in al – Nawawiyah memberikan komentar atas sebuah hadits nabi :

من احدث حدثا او آوى محــــدثا فعلــيه لعــنة الله
“Barang siapa membuat persoalan baru atau mengayomi atau setidaknya mendukung seseorang yang membuat pembaharuan, maka ditimpakan kepadanya laknat Allah”.
Masuk dalam kerangka interpretasi hadits ini yaitu berbagai bentuk transaksi/akad-akad fasidah, menghukumi dengan kebodohan, berbagai bentuk penyimpangan terhadap ketentuan syara’ dan lain-lain. Keluar dari bingkai pemahaman terhadap hadits ini yakni segala hal yang tidak keluar dari dalil syara’ terutama yang berkaitan dengan masalah-masalah ijtihadiyah dimana tidak terdapat korelasi yang tegas antara masalah-masalah tersebut dengan dalil-dalilnya kecuali sebatas dhon, persangkaan mujtahid. Seperti menulis Mushaf, meluruskan pendapat-pendapat Imam madzhab, menyusun kitab Nahwu, ilmu hisab dan lain-lain.

Karena itulah Imam Ibnu Abdi al - Salam membagi perkara-perkara yang baru itu ke dalam hukum-hukum yang lima. Beliau lantas membuat batasan ;

“Bid’ah adalah melakukan sesuatu yang tidak disaksikan dizaman Rasulullah Saw, apakah beridentitas wajib seperti mengajar ilmu Nahwu, dan mempelajari lafadz-lafadz yang ‘gharib’ (jarang ditemui dan maknanya sulit dipahami), baik yang terdapat didalam Al-Qur’an ataupun Al- Sunnah dimana pemahaman terhadap syari’ah menjadi tertangguhkan pada sejauhmana seseorang dapat memahami maknanya,. ataupun berstatus haram seperti paham madzhab Qodariah, Jabariah dan Majusiah, atau juga berstatus mandlubah seperti memperbaharui sistem pendidikan pondok pesantren dan madrasah-madrasah, juga segala bentuk kebaikan yang tidak disaksikan pada zaman generasi pertama Islam. Dan bid’ah yang berstatus makruhah seperti menghiasi Masjid dan memperindah Mushaf, bid’ah yang beridentitas Mubahah seperti bersalam-salaman atau mushofahah setelah sholat Shubuh dan Ashar, berlebih-lebihan dalam menyajikan menu-menu makanan dan minuman yang serba nikmat, bernecis-necis dalam berpakaian , dan lain-lain.
Setelah kita mengetahui apa yang telah dituturkan di muka kita tahu bahwa adanya klaim bahwa ini adalah bid’ah, seperti memakai tasbih, melapatkan niat, tahlilan ketika kirim do’a dan sedeqah setelah kematian karena tidak ada larangan untuk bersedeqah, menziarahi makam dan lain–lain, maka kesemuanya bukanlah merupakan bid’ah. Dan sesungguhnya perkara-perkara baru seperti penghasilan manusia yang diperoleh dari pasar – pasar malam, bermain undian pertunjukan tinju, gulat dan lain-lain adalah termasuk seburuk- buruknya bid’ah

terjemahan kitab RISALAH AHLUSSUNNAH WAL JAMA'AH ( muqodhimah ) oleh : HADROTUSYSYECH K.H. HASYIM ASY'ARI

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

Segala puji bagi Allah, “Al – Hamdulillah” sebagai sebuah ungkapan rasa syukur atas segala anugerah – Nya, Rahmat ta’dzim dan keselamatan mudah-mudahan terlimpah curahkan kepada Nabi Muhammad SAW dan seluruh keluarganya. Apa yang akan hadir dalam kitab ini, saya tuturkan beberapa hal antara lain : Hadits – hadits tentang kematian dan tanda-tanda hari Qiamat, penjelasan tentang “Al – Sunnah” dan “Al Bid’ah” dan beberapa hadits yang berisi nasehat-nasehat agama.

Kepada Allah Dzat Yang Maha Mulia kutengadahkan jari – jemari dengan penuh kekhusyu’an, kumohonkan agar kitab ini memberikan manfaat untuk diri kami dan orang-orang bodoh semisal kami. Mudah-mudahan Allah menjadikan amal kami sebagai amal shalihah Liwajhillah al – Kariem, karena Ia-lah Dzat yang Maha dermawan penuh kasih sayang. Dengan segala pertolongan Allah Dzat yang disembah, penyusunan kitab ini dimulai

Pembahasan tentang kitab RISALAH AHLUSSUNNAH WAL JAMA'AH

رسالة أهل السنة والجماعة
Terjemah

MUKADDIMAH
بسم الله الرحمن الرحيم
Segala Puji dan Keagungan senantiasa kita curahkan kepada Dzat yang telah berfirman di dalam kitabnya Al - Qur’an yang berfungsi sebagai pemberi penjelasan, ialah Dzat yang paling benar Qoulnya.

هو الذى ارسل رسوله بالهدى ودين الحقّ ليظهره على الدين كله ولوكره المشركون .
“Dialah Dzat yang mengutus rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang haq, agar dimenangkannya terhadap semua agama, sekalipun orang-orang musyrik membencinya”.

Rahmad ta’dzim dan keselamatan mudah-mudahan tetap terlimpah curahkan kepada junjungan kita, nabi yang menjanjikan syafa’at-nya kepada kita, Rasul yang menjadi wasilah kita untuk menuju Tuhan, ialah Nabi Muhammad Saw yang telah bersabda :

إنّ اصدق الحديث كتاب الله وخير الهدي هدي محمّد وشرالامور محد ثاتها. وكل محدثة بدعة, وكل بدعة ضلالة, وكل ضلالة فى النار.
“Sungguh sebenar-benarnya hadits / ucapan adalah kitabullah “Al-Qur’an”. Sebaik-baiknya petunjuk adalah petunjuk Rasulullah Muhammad Saw, dan seburuk-buruknya perkara adalah perkara baru yang tidak berdasar agama, setiap perkara yang baru adalah bid’ah, segala bid’ah adalah penyimpangan, dan setiap penyimpangan adalah bermuara pada Neraka”.

Risalah ini adalah merupakan karya besar yang memuat beberapa doktrin ajaran yang sangat berfaidah, juga beberapa pembahasan yang sangat dibutuhkan oleh kaum Muslim dalam rangka mengokohkan Aqidah agamanya, agar mereka masuk dalam bingkai “Firqah al-Najiyah”, golongan yang selamat yakni “Ahlu al-Sunnah wa al-Jama’ah”. Dalam kitab ini penulis melakukan counter terhadap para ahli Dlolalah / para pembuat bid’ah yang merupakan sumber dari segala sumber kebohongan.

Dari itulah kitab ini merupakan “Hujjah”, argumentasi dan dalil, serta penjelasan yang sangat mendasar bagi kemuliaan kaum muslimin, untuk kemudian dapat mengantarkan keselamatan dan kebahagiaan mereka, dengan ini pula penulis melakukan indoktrinasi melalui beberapa aqidah yang benar ‘Ala thariqati Ahli Sunnah Wal Jama’ah.

Saat ini, kaum muslimin sangat membutuhkan doktrin-doktrin ajaran yang benar, karena sungguh telah terjadi pencampuradukan ajaran dikalangan orang-orang yang mulia (para pemegang otoritas keagamaan) dengan orang-orang awam yang merendahkan martabat keagamaan, hingga tampak terjadi pembiasan, kesamaran antara yang “Haq” dan yang “Bathil”. Banyak orang yang bodoh mulai berani maju berfatwa, padahal wawasan dan pemahaman mereka terhadap kitabullah dan sunnah Rasulillah SAW. sangat cupet dan kerdil.

Al-Qur’an telah datang untuk memberi penjelasan segala permasalahan secara detail dan terhindar dari segala pencampuradukan dan penyimpangan. Dengan demikian sangatlah memungkinkan dan seharusnya kaum Muslimin dapat terselamatkan dari kebodohan dan kesesatan, hingga apa yang mereka ucapkan “Muwafiq”/selaras dengan apa yang mereka perbuat.

Penulis kitab ini Hadratus Syaikh al – ‘Allamah Muhammad Hasyim Asy’ari, adalah salah seorang ulama terkemuka Indonesia dan termasuk pencetus berdirinya jam’iyah Nahdlotul Ulama yakni sebuah Organisasi kemasyarakatan yang telah dengan konsisten memegangi “Sunnata Khatamin Nabiyyiin”, menjaga dan membentengi thariqah atau jalan hidup yang telah dibangun oleh Salafuna al – Sholih.

Mudah-mudahan Allah Swt. melimpahkan segala kebaikan dan ampunan-Nya kepada beliau, semua orang tua beliau dan seluruh keturunan beliau. Engkaulah Dzat yang Maha Pengampun. Mudah-mudahan Allah SWT. memberikan kemanfaatan atas kitab dan keilmuwan beliau bagi seluruh kaum Muslimin dan menjadikannya sebagai cahaya yang menghidupkan sunnah Rasulillah Saw. Demikian, Rahmad Keagungan Allah Swt mudah-mudahan terlimpah curahkan pada baginda nabi besar Muhammad Saw, seluruh keluarganya, dan Sahabat-Sahabatnya, wa Alhamdulillah ‘Alamin.



Tebuireng, 1 Rajab 1418 H
Pengantar dari cucu penulis
Muhammad Ishom Hadziq

Minggu, 26 Juni 2016

Nasehat Habib Jamal tentang takwa


pembahasan kitab ALALA


Nasehat bagi para penuntut ilmu selanjutnya
 


BISMILLAHIRROHMANIRROHIM
Nafsu harus di hinakan


اَرَى لَكَ اَنْ تَشْتَهِى اَنْ تُعزَّهَا # فَلَسْتَ تَنَالُ الْعِزَّ حَتَّى تُذِلَّهاَ


NINGALI INGSUN MARING SIRO KEPINGIN MULYO.
MONGKO DAK KASIL MULYO SIRO YEN DURUNG INO.

Saya melihat kamu mempunyai nafsu yang ingin engkau muliakan, padahal kamu tidak akan mendapat kemuliaan kecuali dengan menghinakan nafsumu
Keterangan
Nafsu adalah sumber kehancuran bagi manusia yang mengikuti kemauan-kemaunnya, nafsu adalah sasaran utama para syetan menghancurkan akal manusia, maka dari itu nafsu harus di tundukkan dan di hinakan agar jangan menuntut hal-hal yang akan merugikan diri kita, barang siapa menuruti keinginan dari satu keinginan-keinginan nafsunya maka nafsu akan menuntut keinginan-keinginan yang lain, nafsu bagaikan anak kecil yang bila kamu turuti kemauan menyusunya maka dia tidak akan berhenti menyusu tapi bila engkau hentikan maka diapun akan berhenti, namun nafsu juga adalah sesuatu yang penting bagi manusia,tanpa nafsu manusia bukanlah manusia,tanpa nafsu amal kita berkurang nilainya, Nah.. kemuliaan manusia terletak pada kemampuan manusia mengendalikan nafsu-nafsunya,bagi mereka yang mampu mengendalikan nafsunya hingga mereka tidak terjerumus pada hitamnya kemaksiatan akan mendapatkan kedamaian yang sejati,dan bagi mereka yang tidak mampu mengendalikan nafsunya hingga menjadi liar dan durjana maka kehinaanlah yang akan mereka dapatkan baik di dunia maupun di akherat kelak.

pengajian habib jamal tentang tiga golongan manusia


JAWABAN YANG INDAH DARI HABIB UMAR | Pondok Pesantren Anwarut Taufiq

JAWABAN YANG INDAH DARI HABIB UMAR | Pondok Pesantren Anwarut Taufiq

MENCINTAI RASULULLAH SAW | Pondok Pesantren Anwarut Taufiq

ARTIKEL FROM WWW.ANWARUTTAUFIQ.COM


MENCINTAI RASULULLAH SAW | Pondok Pesantren Anwarut Taufiq

LAPORAN KHAS SANTUNAN YATIM PIATU DAN DHUAFA

Assalamu'alaikum Wr. Wb.
Laporan khas santunan YATIM DAN DHUAFA majelis ta'lim wal maulid ARRIDWAN PAKIS
tgl 30 mei Rp:1.951.000
di keluarkan/di salurkan tgl 12 juni Rp:500.000
Saldo akhir Rp:1.451.000
monggo yg mau menyisikan sebagian rizkinya untuk meringankan beban saudara kita sesama muslim ( YATIM DAN DHUAFA)
bisa menghungi
085 755 8282 65
085 755 543 539
081 235 824 446
085 100 837 939

PIN BBM 522BC357
WHATSAPP 085736306934
Dan kami ucapkan terimakasi kpd panjenengan semua yg sudah menjadi donatur semoga amal panjenengan semua menjadi sebab di mudahkanya urusan dunia dan akhirat oleh Allah SWT.