Jumat, 09 Juni 2017

Qasidah majelis ar-ridwan di kemirahan malang

Ya Rosulallah (versi Perahu Layar) Majlis Ar Ridwan Malang Lirik

Habib Ali AlMashur bin muhammad bin hafidz

Dikisahkan oleh Al Habib Mundzir bin Fuad Al Musawwa. 
Salah satu dari guru saya, Al Habib Ali Al Masyhur bin Hafizh beliau adalah mufti Tarim dan kakak guru mulia kita Al Habib Umar bin Muhammad bin Hafizh. Dimana ketika itu masih zaman perang maka sangat sulit untuk kita mendapatkan kendaraan, sehingga beliaulah yang datang kepada kita dengan kendaraannya untuk mengajar kita.


Ketika itu bulan Ramadhan, dimana kebiasaan orang-orang disini mereka pada pulang kampung, namun di Tarim pada bulan Ramadhan majelis ta’lim terus berjalan, bahkan di sore hari Idul Fitri atau Idul Adha mereka tetap mengadakan ta’lim. 
Kemudian Al Habib Ali Al Masyhur menentukan akan diadakan ta’lim di bulan Ramadhan setiap jam 11.00 siang sampai 12.30 yang kebetulan waktu zhuhur ketika itu adalah jam 01.00 siang dan di waktu itu panas matahari sangat terik yang panasnya bisa mencapai 45 Celcius, 
sehingga jika telur mentah dipendam di dalam tanah maka setelah 10 menit telur itu menjadi matang, disana ketika menjemur pakaian pun tidak berlalu waktu lama pakaian telah kering, sangat berbeda dengan tempat kita yang terkadang menjemur pakaian hingga 2 hari belum juga kering karena cuaca mendung.


Maka disaat itu Al Habib Ali Al Masyhur karena beliau memiliki mobil pribadi maka beliau yang datang ke tempat kita para santri, bukan justru kita yang datang ke tempat beliau.

Di suatu hari kita para santri telah berkumpul menunggu kedatangan beliau namun hingga jam 12.00 beliau belum juga datang, yang akhirnya pada jam 12.30 beliau datang, dengan wajah yang memerah dan penuh keringat beliau berkata : “Maafkan saya, maafkan saya karena mobil saya rusak sehingga saya harus berjalan kaki”. _


…..subhanallah. …….Beliau datang bukanlah untuk belajar akan tetapi untuk mengajar, namun beliau rela berjalan kaki dengan jarak kurang lebih 2 Km dan usia beliau yang sudah terbilang tua, padahal beliau bisa saja menghubungi kami dan meminta supaya santri saja yang datang ke tempat beliau sebab mobil beliau rusak, atau untuk saat itu ta’lim diliburkan dulu atau yang lainnya. 
Namun beliau tidak melakukan hal tersebut, demikian indahnya akhlak guru-guru kita para ahlul ilm.



 Semoga Beliau di beri umur panjang dlm keadaan ta'at kpd Allah dan Rosulullah SAW.....Aamiin...

Sumber www.anwaruttaufiq.com




Kamis, 08 Juni 2017

Habib Neon

Beliau salah seorang ulama yang menjadi penerang umat di zamannya. Cahaya keilmuan dan ahlaqnya menjadi teladan bagi mereka yang mengikuti jejak ulama salaf

Suatu malam, beberapa tahun lalu, ketika ribuan jamaah tengah mengikuti taklim di sebuah masjid di Surabaya, tiba-tiba listrik padam. Tentu saja kontan mereka risau, heboh. Mereka satu persatu keluar, apalagi malam itu bulan tengah purnama. Ketika itulah dari kejauhan tampak seseorang berjalan menuju masjid. Ia mengenakan gamis dan sorban putih, berselempang kain rida warna hijau. Beliau adalah Habib Muhammad bin Husein bin Zainal Abidin bin Ahmad Alaydrus yang ketika lahir ia diberi nama Muhammad Masyhur.


Begitu masuk ke dalam masjid, aneh bin ajaib, mendadak masjid terang benderang seolah ada lampu neon yang menyala. Padahal, Habib Muhammad tidak membawa obor atau lampu. Para jamaah terheran-heran. Apa yang terjadi? Setelah diperhatikan, ternyata cahaya terang benderang itu keluar dari tubuh sang habib. Bukan main! Maka, sejak itu sang habib mendapat julukan Habib Neon …
Habib Muhammad lahir di Tarim, Hadramaut, pada 1888 M. Meski dia adalah seorang waliyullah, karamahnya tidak begitu nampak di kalangan orang awam. Hanya para ulama atau wali yang arif sajalah yang dapat mengetahui karamah Habib Neon. Sejak kecil ia mendapat pendidikan agama dari ayahandanya, Habib Husein bin Zainal Abidin Alaydrus. Menjelang dewasa ia merantau ke Singapura selama beberapa bulan kemudian hijrah ke ke Palembang, Sumatra Selatan, berguru kepada pamannya, Habib Musthafa Alaydrus, kemudian menikah dengan sepupunya, Aisyah binti Musthafa Alaydrus. Dari pernikahan itu ia dikaruniai Allah tiga anak lelaki dan seorang anak perempuan.
Tak lama kemudian ia hijrah bersama keluarganya ke Pekalongan, Jawa Tengah, mendampingi dakwah Habib Ahmad bin Tholib Al-Atthas. Beberapa waktu kemudian ia hijrah lagi, kali ini ke Surabaya. Ketika itu Surabaya terkenal sebagai tempat berkumpulnya para ulama dan awliya, seperti Habib Muhammad bin Ahmad al-Muhdhor, Habib Muhammad bin Idrus al-Habsyi, Habib Abu Bakar bin Umar bin Yahya.
Selama mukim di Surabaya, Habib Muhammad suka berziarah, antara lain ke makam para wali dan ulama di Kudus, Jawa Tengah, dan Tuban, Jawa Timur. Dalam ziarah itulah, ia konon pernah bertemu secara ruhaniah dengan seorang wali kharismatik, (Alm) Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf, Gresik.


Open House
Seperti halnya para wali yang lain, Habib Muhammad juga kuat dalam beribadah. Setiap waktu ia selalu gunakan untuk berdzikir dan bershalawat. Dan yang paling mengagumkan, ia tak pernah menolak untuk menghadiri undangan dari kaum fakir miskin. Segala hal yang ia bicarakan dan pikirkan selalu mengenai hal-hal yang berkaitan dengan kebenaran agama, dan tak pernah berbicara mengenai masalah yang tak berguna.
Ia juga sangat memperhatikan persoalan yang dihadapi oleh orang lain. Itu sebabnya, setiap jam 10 pagi hingga waktu Dhuhur, ia selalu menggelar open house untuk menmui dan menjamu para tamu dari segala penjuru, bahkan dari mancanegara. Beberapa tamunya mengaku, berbincang-bincang dengan dia sangat menyenangkan dan nyaman karena wajahnya senantiasa ceria dan jernih.
Sedangkan waktu antara Maghrib sampai Isya ia perguankan untuk menelaah kitab-kitab mengenai amal ibadah dan akhlaq kaum salaf. Dan setiap Jumat ia mengelar pembacaan Burdah bersama jamaahnya.
Ia memang sering diminta nasihat oleh warga di sekitar rumahnya, terutama dalam masalah kehidupan sehari-hari, masalah rumahtangga, dan problem-problem masyarakat lainnya. Itu semua dia terima dengan senang hati dan tangan terbuka. Dan konon, ia sudah tahu apa yang akan dikemukakan, sehingga si tamu manggut-manggut, antara heran dan puas. Apalagi jika kemudian mendapat jalan keluarnya. “Itu pula yang saya ketahui secara langsung. Beliau adalah guru saya,” tutur Habib Mustafa bin Abdullah Alaydrus, kemenakan dan menantunya, yang juga pimpinan Majelis Taklim Syamsi Syumus, Tebet Timur Dalam Raya, Jakarta Selatan.
Di antara laku mujahadah (tirakat) yang dilakukannya ialah berpuasa selama tujuh tahun, dan hanya berbuka dan bersantap sahur dengan tujuh butir korma. Bahkan pernah selama setahun ia berpuasa, dan hanya berbuka dan sahur dengan gandum yang sangat sedikit. Untuk jatah buka puasa dan sahur selama setahun itu ia hanya menyediakan gandum sebanyak lima mud saja. Dan itulah pula yang dilakukan oleh Imam Gahazali. Satu mud ialah 675 gram. ”Aku gemar menelaah kitab-kitab tasawuf. Ketika itu aku juga menguji nafsuku dengan meniru ibadah kaum salaf yang diceritakan dalam kitab-kitab salaf tersebut,” katanya.
Habib Neon wafat pada 30 Jumadil Awwal 1389 H / 22 Juni 1969 M dalam usia 71 tahun, dan jenazahnya dimakamkan di Taman Pemakaman Umum Pegirikan, Surabaya, di samping makam paman dan mertuanya, Habib Mustafa Alaydrus, sesuai dengan wasiatnya. Setelah ia wafat, aktivitas dakwahnya dilanjutkan oleh putranya yang ketiga, Habib Syaikh bin Muhammad Alaydrus dengan membuka Majelis Burdah di Ketapang Kecil, Surabaya. Haul Habib Neon diselenggarakan setiap hari Kamis pada akhir bulan Jumadil Awal.

Sumber www.anwaruttaufiq.com

Rabu, 07 Juni 2017

PERINGATAN NUZULUL QUR'AN


Live Streaming

https://www.facebook.com/story.php?story_fbid=1605487269463898&id=168526339826672

Hasil dari sebuah keyakinan pada ALLAH Swt

  Dan daripada hasil dari keyakinan kita kepada Allah adalah merasa tenang atas janji-janji
Allah, percaya akan tanggungan Allah, mendapatkan semangat atas ibadah kepada Allah, meninggalkan hal-hal yang dapat membuat sibuk kepada selain Allah, mengembalikan di dalam setiap perkaranyakepada Allah, dan mengerahkan segala upayanya untuk mengharap keridhoan Allah SWT.

Wal hasil, keyakinan itu adalah pangkal dari keimanan, dan segala bentuk kemuliaan derajat,
akhlak yng terpuji, amal yang sholih adalah cabang dan buah dari iman. Adapun akhlak dan amal itu
mengikuti kuat dan lemahnya iman, serta sehat dan sakitnya. Berkata Lukman As tidak akan mampu
orang untuk beramal kecuali dengan sebab keyakinan, dan tidak akan mampu seorang hamba untuk
beramal kecuali dengan sebab seberapa besar keyakinannya, dan tidak akan malas orang yang beramal kecuali sebab berkurangnya keyakinannya. Dan untuk ini Rasul SAW bersabda : “Yakin itu adalah keseluruhan iman”

Orang yang beriman ada tiga tingkatan di dalam keyakinannya :

1.Derajat pertama, yaitu para Ashabul yamin para orang-orang yang selamat, percaya dengan segala yang ghaib, dan dimungkinkan akan dating keraguan dan kebimbangan jika dating kepadanya hal-hal yang menyebabkan hal tersebut, dan derajat ini disebut derajat iman.

2.Derajat kedua, yaitu derajat para Muqorrobin orang-orang yang dekat dengan Allah, penuhnya iman di dalam hati, dan ketetapan iman di dalam hati ini tidak akan ada yang mampu merusaknya. Bahkan tidak akan tergambar keberadaannya, dan di dalam derajat ini hal yang ghaib seakan nyata adanya, dan derajat ini adalah derajat Yakin.

3.Derajat yang ketiga, yaitu derajat para Nabi dan para pewaris mereka dari golongan shiddiqin, yang
mana segala hal yang ghaib itu menjadi hal yang benar-benar ada di hadapannya, dan inilah derajat
kasyaf.

Dan antara derajat satu dengan derajat yang lain mempunyai perbedaan jarak yang jauh, dan setiap
orang yang mulia lebih afdhol atas orang yang mulia lainnya, dan itulah keutamaan Allah dan Ia
memberikannya kepada siapa yang diinginkanNya dan Allah adalah dzat yang mempunyai kemuliaan
yang agung.
Sumber www.anwaruttaufiq.com